Mohon tunggu...
Yakobus Sila
Yakobus Sila Mohon Tunggu... Human Resources - Pekerja Mandiri

Penulis Buku "Superioritas Hukum VS Moralitas Aparat Penegak Hukum" dan Buku "Hermeneutika Bahasa Menurut Hans Georg-Gadamar. Buku bisa dipesan lewat WA: 082153844382. Terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tetap Sabar Walau Tak Adil

12 Mei 2020   19:10 Diperbarui: 12 Mei 2020   19:19 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perjuangan para driver online tak kenal lelah. Virus corona sedang mengintai sekalipun mereka tetap "ngotot" mencari uang.

Mental para driver online entah Gojek atau pun Go Car sebenarnya telah teruji sebelum covid19. Mereka sudah terbiasa dengan keadaan atau situasi sulit. Contohnya, disuruh pelanggan masuk gang kecil untuk ukuran mobil, mereka akan tetap masuk walaupun dalam keadaan normal mereka pasti keberatan. 

Atau ketika sedang dalam perjalanan, mereka diomelin para pelanggan, mungkin karena pemilihan rute yang tidak tepat. Mereka tetap sabar. Tidak ada kata MELAWAN. Karena kalau melawan akibatnya bisa di-suspend entah seminggu atau bahkan di-suspend permanen. Hal itu yang mereka khawatirkan karena dengan itu pula pundi-pundi mereka terhenti. Jadi, mereka tetap bersabar. Karena dengan sabar selain pundi-pundi tetap terkumpul mereka juga bersabar untuk menjaga relasi yang baik dengan para pelanggan.

Dalam keadaan sulit karena covid19, para driver online yang punya relasi bagus dengan pelanggan bisa beraktivitas tanpa online atau biasa disebut offline. Itulah untungnya orang yang sabar. Dalam keadaan sulit pun, mereka masih mendapat pertolongan atau rejeki sebagai buah dari kesabaran mereka.

 Namun, kesabaran manusia mesti punya batas untuk dipahami orang lain. Para pelanggan transportasi online harusnya sadar bahwa perbuatan mereka sebenarnya menyakitkan para driver sebagai manusia. Bagaimana mungkin disuruh cepat tapi tidak mau lewat tol? Ini cerita dari beberapa driver Go Car yang merasa aneh dengan tingkah dan permintaan penumpang. 

Atau contoh lain, kalau order menggunakan diskon, misalnya harga sebenarnya Rp. 11.500 tapi karena ada diskon harganya menjadi RP.3000. Pelanggan biasanya mati-matian mau menunggu driver walaupun jauh. Padahal, sang driver sudah bilang jalanan macet dan waktu tempuh yang lama. Namun, sang pelanggan masih menjawab "saya bersedia menunggu". 

Sebuah kengototan yang irasional. Beda lagi ceritanya, kalau orderan harganya lumayan tinggi dan dibayar cash. Kalau sang penumpang melihat posisi driver jauh, maka tindakan yang dilakukan langsung spontan melakukan pembatalan (cancel) tanpa konfirmasi dengan driver. Sebuah fenomena yang kadang-kadang lucu tapi menyebalkan. Orang hanya berpikir untuk kepentingan sendiri tanpa mempertimbangkan orang lain atau bahkan menganggap remeh orang lain.

Di kota-kota besar seperti di Jakarta gejala individualistis yang tinggi sudah menjadi kultur. Orang merasa bahwa hal itu lumrah dan perlu dipahami orang lain. Pertanyaannya bagaimana kalau hal menyebalkan itu menimpa diri kita? Bukankah para driver online adalah manusia dengan harkat dan martabat yang sama seperti kita? Bukankah mereka juga perlu dihargai dan diperlakukan sebagai manusia yang punya derajat mulia?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi refleksi bagi kita para pengguna moda transportasi online. Bahwa rasa kesal dan jengkel yang dialami para driver online adalah cerita tentang penindasan dan cengkraman ketidakadilan sosial dan ekonomi. Bahwa secara sosial manusia sering diperlakukan secara tidak adil. Juga karena kondisi ekonomi yang menjerat, para driver online mesti "menjual" dan mengobral harga dirinya. Keadaan sosial ekonomi yang salah urus membuat warga negara tertindas secara sosial dan ekonomi.

Namun sekalipun disakiti, diomelin, dan diperlakukan tidak adil, mereka tetap sabar dan terus menjalankan profesinya agar kebutuhan keluarganya terpenuhi. Mereka tidak banyak menuntut, karena hanya bayaranlah yang menjamin kesabaran mereka. Uang diatas segala-galanya, sekalipun ancaman virus Corona mengintai di balik jendela mobil yang tertutup rapat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun