Mohon tunggu...
Yakobus Sila
Yakobus Sila Mohon Tunggu... Human Resources - Pekerja Mandiri

Penulis Buku "Superioritas Hukum VS Moralitas Aparat Penegak Hukum" dan Buku "Hermeneutika Bahasa Menurut Hans Georg-Gadamar. Buku bisa dipesan lewat WA: 082153844382. Terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Puasa untuk Ikhlas Memberi

12 Mei 2019   15:51 Diperbarui: 12 Mei 2019   16:00 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di bulan Ramadhan warung-warung makan tutup, untuk menghargai umat Islam yang sedang berpuasa. Namun, ada beberapa warung makan yang "nakal". Tampak dari depan warung-warung makan tersebut tertutup rapi, namun di dalamnya sejumlah orang sedang makan. Fenomen warung makan yang kelihatan tutup, terjadi hampir di semua tempat di Jabodetabek. 

Dulu waktu saya tinggal di Cikarang, saya menemukan hal yang sama. Saat di Ciracas dan Cibubur pun warung pura-pura tutup tetap terjadi saat Ramadhan. Di Tangerang hal yang sama pun terjadi.

Menurut saya, untuk menghargai orang Islam yang berpuasa, dan toleran terhadap mereka yang tidak berpuasa, warung-warung seharusnya tidak perlu tutup. Ketakutan terhadap orang yang sedang berpuasa terasa berlebihan, karena mereka yang berpuasa tidak pernah menuntut agar tempat-tempat makan itu ditutup. 

Ada sejumlah warung makan yang terang-terangan buka karena mereka tidak mau munafik. Mereka memperlihatkan diri apa adanya, serentak bertoleransi terhadap mereka yang tidak berpuasa atau berhalangan puasa. 

Makna Puasa

Ada fenomena lain di mana mereka yang berpuasa pun tidak sungguh-sungguh memaknai arti terdalam dari puasa. Menurut saya, puasa seharusnya membuat orang mengurangi dengan sungguh-sungguh kebiasaan-kebiasaan yang melekat dan sulit dilepas. Misalnya, selama masa puasa orang tidak menggunakan handphone, atau tidak merokok sama sekali, atau bisa juga saat buka puasa bersama (Bukber) orang tidak mengkonsumsi makanan dengan porsi banyak. Karena makna Ramadhan, hemat saya lebih pada memberikan dengan ikhlas barang-barang kepunyaan kita kepada orang lain yang membutuhkan. Artinya kita mengurangi jatah kita, dan menambahkan jatah itu untuk orang lain yang membutuhkan.

Kita yang sedang berpuasa mengurangi jatah belanja kita untuk para pengemis, yatim piatu dan anak-anak terlantar yang sangat membutuhkan uluran tangan dari mereka yang memiliki lebih banyak. Jadi, puasa mesti membuat orang meniadakan kelekatannya pada suatu barang atau uang, dan harta kekayaan apa pun, dan memberikan dengan ikhlas barang kepunyaan kita itu kepada mereka yang berkekurangan dan sangat membutuhkannya. 

Tanpa niat baik dan keikhlasan yang sungguh-sungguh puasa akan menjadi sangat hambar, tanpa makna, dan tidak memberikan kepuasan jiwa, sehingga berkah Ramadhan tidak ada bersama dengan mereka yang berpuasa. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun