Kebenaran, kebaikan, dan keindahan, adalah tiga serangkai ensensi kehidupan yang tidak terpisahkan. Kebenaran adalah kesesuaian antara apa yang dipikirkan dengan kenyataan. Kebaikan adalah nilai yang berguna dan diterima oleh semua orang sebagai sesuatu yang memberi manfaat. Sedangkan keindahan adalah sesuatu yang memiliki hakekat seni dalam dirinya sendiri (in se).Â
Kebenaran sebagai kesesuaian (adequasi) antara apa yang dipikirkan dengan kenyataan mesti benar-benar argumentatif. Artinya alasan untuk berbicara atau berbuat benar harus mewakili isi pikiran dan objek yang dipikirkan. Misalnya, ketika ketika orang berpikir bahwa Jokowi Presiden yang baik, pikiran itu mesti dibuktikan dalam kenyataan. Atau ketika orang mengatakan bahwa Prabowo, ketika debat selalu menjadi catatan kaki Jokowi, kebenaran itu mesti dibuktikan dalam sebuah debat, sehingga argumentasi tersebut tidak menjadi hoaks.
Kedua, Kebaikan. Ide tentang kebaikan mesti mendapat pengakuan secara umum dan luas. Artinya, kebaikan yang kita yakini sebagai kebaikan harus diterima oleh semua pihak entah yang pro (setuju) maupun yang kontra (tidak setuju). Jadi, ide tentang kebaikan haruslah merujuk pada kebaikan bersama (bonus Communae) yaitu kebaikan yang mengakomodir semua orang.Â
Ketiga, Keindahan. Ide tentang keindahan adalah cita rasa seni; sebuah cita rasa yang sulit diperdebatakan karena keindahan bersifat subjekti (atau berdasarkan rasa seni yang dialami masing-masing orang). Namun, keindahan adalah tiruan dari kehadiran (absensia) dari ide tentang keindahan yang tidak hadir (inabsensia) atau kehadiran yang tidak hadir. Dia ada tapi tidak menampakan diri secara tuntas. Misalnya, ketika orang mengatakan bunga mawar itu indah, maka keindahan mawar tersebut mesti dipancarkan oleh keindahan yang tidak sepenuhnya hadir dalam keindahan sebuah bunga mawar. Jadi, keindahan adalah kehadiran yang tidak tuntas dari ide tentang ketidakhadiran dari keindahan dalam adanya.Â
Nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan adalah nilai-nilai kebijaksanaan yang harus diaplikasikan manusia dalam kehidupannya. Namun manusia bukan pemilik kebenaran, kebaikan dan keindahan. Manusia hanya mampu mengambil bagian atau berpartisipasi dalam nilai-nilai atau filosofi tersebut. Karena itu, manusia sebagai subjek hanya bisa meniru (tiruan kreatif atau tiruan tidak sempurna) dari nilai Kebenaran, kebaikan, dan keindahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H