Mohon tunggu...
Yakobus Sila
Yakobus Sila Mohon Tunggu... Human Resources - Pekerja Mandiri

Penulis Buku "Superioritas Hukum VS Moralitas Aparat Penegak Hukum" dan Buku "Hermeneutika Bahasa Menurut Hans Georg-Gadamar. Buku bisa dipesan lewat WA: 082153844382. Terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Asas Praduga Tak Bersalah

26 Maret 2019   11:40 Diperbarui: 26 Maret 2019   11:42 1398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asas praduga tak bersalah adalah asas yang membuat seseorang sebagai individu hukum tidak bersalah sampai pengadilan memutuskan bersalah. Apakah asas ini benar dan adil?. Menurut saya, ada beberapa poin untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Pertama, asas ini benar, karena semua orang secara hukum mesti dibuktikan bersalah di pengadilan, agar individu tersebut diputuskan bersalah secara hukum. Lalu pertanyaannya, apakah asas tersebut memiliki celah yang dapat dimanfaatkan pelaku? 

Saya kira, ada cela yang membuat aparat penegak hukum tidak bisa berbuat banyak, dan setiap orang tidak boleh menuduh seseorang bersalah secara sembarangan sebelum ada bukti. Sebab, di sana ada kandungan Hak Asasi Manusia yang membuat manusia tidak ditindas secara sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum.

Kedua, asas praduga tak bersalah menguntungkan pelaku kejahatan. Misalnya, ketika kita melihat ada orang mati tergeletak di pinggir jalan karena terbunuh dan ada orang berdiri dekat tempat kejadian peristiwa dengan gerak-gerik dan ekspresi mencurigakan. Maka dengan berpegang pada asas praduga tak bersalah, kita tidak bisa langsung dan serta merta main hakim sendiri terhadap orang tersebut. 

Sebab, kita mesti menunggu atau menangguhkan prasangka kita, sampai pengadilan memutuskan orang tersebut bersalah. Sebuah kondisi yang aneh, sebab kondisi di lapangan dengan segala kompleksitas persoalannya tidak bisa di-cover oleh asas hukum tersebut.

Ketiga, Kalau asas hukum tersebut tidak sanggup mengakomodir kompleksitas persoalan hukum, maka mesti ada asas lain yang ditawarkan. Sekarang ada asas praduga bersalah, pernah dikemukan oleh Mahfud MD di acara Indonesian Lawyer Club (ILC). Misalnya, Ratna S sudah berbohong bahwa wajahnya lebam (bengkak) karena dipukuli oknum tak dikenal, bukannya akibat operasi plastik. 

Maka, terhadap kasus tersebut aparat hukum harus memakai asas praduga bersalah, agar Ratna yang merasa diri tidak bersalah, tidak bepergian keluar negeri. Karena aparat menggunakan asas praduga bersalah, maka tidak ada dalil-dalil hukum yang membuat Ratna S bisa bebas berkeliaran, dengan alasan belum ada keputusan pengadilan bahwa dia bersalah. 

Dengan demikian, asas hukum, yaitu asas praduga tak bersalah mesti "ditolong" oleh asas praduga bersalah, agar kompleksitas persoalan hukum dapat diakomodir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun