Pada awal pembentukan Kelompok Menulis di Koran di STFK Ledalero, Pater Charles Beraf memotivasi para penulis muda dengan semboyan: "Menulis itu menghidupkan yang mati".Â
Sebagai calon penulis, saya kebingungan mengurai maksud pernyataan tersebut. Namun, Pater Charles Beraf dengan tenang dan lugas menguraikan maksud kalimat tersebut dengan mengatakan bahwa:
Pertama, dengan menulis seseorang telah membangkitkan ide-ide dan pengalaman masa lalu yang telah terkubur lama. Yah, orang harus menulis agar ide-ide atau gagasan tersebut bangkit kembali (hidup lagi).
Kedua, menulis membuat penulis mampu mewariskan pengalaman petualangan ilmu pengetahuan dan intelektualitasnya kepada para pembaca, agar pengalaman kognitif tersebut terwaris ke generasi berikut.
Ketiga, menulis adalah ekspresi jiwa. Yah, penulis yang sudah membathin begitu lama terhadap hasil bacaan dan hasil penelitiannya menuangkan ekspresi jiwanya dalam tulisan. Karena itu, karya tulis sangat berharga bagi sang penulis, dan bisa jadi juga bermanfaat bagi orang lain.
Keempat, setiap pembaca mesti melihat karya tulis sebagai hasil karya seni yang memiliki nilai (intelektual) sangat tinggi. Karena, ekspresi jiwa yang maksimal dari seorang penulis tidak bisa dihargai dengan materi atau barang apapun.Â
Menulis adalah membangkitkan pengalaman masa lalu, pengalaman berjumpa dan berdialog dengan realitas, sebelum insight pengalaman tersebut dituangkan dalam sebuah tulisan. Karya tulis adalah karya seni, hasil peleburan horizon (cakrawala) pengetahuan antara pengalaman masa lalu penulis dengan pengalaman masa kini. Jadi, karya tulis bernilai estetis tidak terbatas, karena karya tulis adalah jiwa sang penulis itu sendiri.