Hoax adalah berita bohong yang disebarkan untuk kepentingan ekonomi politik tertentu dari sang penyebar hoax. Dalam kancah politik, hoax dapat diartikan sebagai sebentuk kampanye hitam di mana para kandidat yang sedang bertarung dalam gelanggang politik, menyebarkan sebanyak mungkin kebohongan untuk mempengaruhi kesadaran konstituen.Â
Hari ini, begitu banyak berita dan konten hoax yang tersebar bebas di media sosial dan media mainstream. Penyebaran konten hoax dilakukan oleh para kandidat dan tim suksesnya dengan maksud untuk menghegemoni  kesadaran rakyat agar dapat memenangi perebutan kekuasaan dalam sebuah kontestasi politik.
Dalam koridor proyek hegemonisasi, seperti yang dimaksudkan oleh Gramsci (1971), para kandidat melalui program kerja, visi dan misi yang ditawarkan, baik melalui debat atau tatap muka langsung dengan masyarakat, tampak seolah-olah memihak kepada rakyat, tetapi sejatinya mengandung kepentingan ekonomi politik terselubung. Karena itu, hoax dibungkus melalui argumentasi retoris, saling serang, saling tuduh, saling hina, dan saling menjelek-jelekkan menggunakan daya dan gaya agitatif-persuasif yang sepintas masuk akal, namun palsu dan manipulatif.
Di Indonesia hari ini, jelang Pilpres 2019, hoax diproduksi dan direproduksi terus sepanjang musim kampanye untuk memanipulasi kesadaran konstituennya sehingga kebencian, dan sikap antipati terhadap pihak atau kandidat lain tidak terhindarkan. Menghadapi hoax, orang mesti bertanya, mengapa hoax ada dan bahkan diproduksi dan direproduksi terus-menerus untuk memenangkan pilpres atau pun pileg?
MANIPULASI KESADARAN
Hari ini, masyarakat disuguhkan hoax agar mereka tidak pernah sadar bahwa mereka dimanipulasi kesadarannya, sehingga hegemoni kekuasaan, berjalan mulus (langgeng). Kondisi Indonesia saat ini mengindikasikan adanya upaya untuk mempertahankan dan sekaligus memenangkan hegemoni kekuasaan melalui hoax.Â
Dalam hal ini, hoax diproduksi untuk manipulasi kesadaran manusia, agar rakyat dibuat tidak berdaya dan merasa bahwa kondisinya saat ini adalah sesuatu yang wajar. Dalam konteks kampanye hitam hari ini, hoax diproduksi untuk mendulang suara para pendukung fanatik khususnya, atau melakukan kampanye bersama dengan tujuan membenci atau menimbulkan kebencian kepada lawan politik.
Berlandaskan pemikiran tersebut, masyarakat mestinya tersadarkan akan kondisinya saat ini dimana kesadarannya sedang dimanipulasi para elit politik. Pemilih yang cerdas memiliki pilihannya sendiri, merujuk pada rekam jejak para kandidat, tanpa dipengaruhi hoax.Â
Keinginan para pihak untuk memanipulasi kesadaran melalui hoax berhasil, hanya jika pemilih tidak kritis atau menerima secara emosional tanpa bersikap kritis semua berita yang diperoleh. Begitu banyak masyarakat yang mudah mempercayai hoax dan, karena itu, secara sadar ikut menyebarkan berita bohong demi mengekskalasi kebencian terhadap pihak lain. Â
Media-media konvensional, seperti televisi dan media cetak, pun ikut berpihak pada paslon tertentu, yang menyebabkan netralitas media hilang dalam pusaran kontestasi politik hari ini. Dengan demikian, media turut menindas masyarakat melalui hegemoni berita demi memuluskan kekuasaan para kapitalis.
Kampanye beberapa waktu belakangan menunjukkan bahwa masing-masing tim sukses tampak  menggunakan cara tidak elegan dan tidak santun untuk meraih kekuasaan. Akibatnya, kebenaran makin sulit ditemukan dalam pangung politik tanah air. Sebab, kebohongan telah menyebabkan masyarakat menjadi tidak kritis dan sebagai dampaknya pemimpin yang terpilih tidak bermutu.Â