Misa minggu pagi pukul 09.00 WIB di paroki Odilia Citra Raya, Cikupa Tangerang, tidak sia-sia. Pasalnya, khotbah pastornya menginspirasi semua orang (umat) yang hadir saat itu.  Menurut pastor, yang khotbahnya terinspirasi 3 godaan Yesus di padang gurun, soal men-traktir dapat diberikan 3 catatan penting  (untuk orang yang suka traktir). Â
Pertama, orang yang punya kebiasaan traktir orang lain, menunjukkan kepemilikan dan kepunyaannya. Kedua, ingin berbuat baik atau berbaik hati dengan orang lain. Ketiga, dengan mentraktir orang tersebut ingin menguasai orang lain. Dalam artian, membuat orang yang ditraktir tidak bisa bersikap kritis terhadap orang yang biasa mentraktir, karena traktiran akan membuat orang (yang suka ditraktir) "buta" terhadap pihak yang suka mentraktir.
Catatan berikut terkait orang yang suka ditraktir. Pertama, orang yang suka ditraktir biasanya orang yang pelit dan hemat. Yang kedua, ada keinginan untuk dikuasai orang lain, atau selalu merasa lemah atau tidak berdaya di hadapan sang pentraktir, sehingga dia terus-menerus membiarkan diri ditraktir. Ketiga, merasa nyaman dan aman karena tidak mengeluarkan apa-apa alias gratis.
Hemat saya, khotbah pastor hari ini, kontekstual dan relevan. Saya "curiga", pastor tersebut suka terjun ke dalam kehidupan praksis umatnya, sehingga khotbahnya menyentuh konteks, dia tidak hanya tafsir teks cobaan Yesus secara tekstual. Hebatnya lagi, lama khotbah hanya 7 menit, singkat, padat dan jelas, sesuai ilmu retorika.
Karena itu, traktir yang tepat sasar mesti diarahkan bagi orang-orang yang berkekurangan; untuk mereka yang sehari-hari berjuang (setengah mati) demi sesuap nasi. Bagi mereka yang benar-benar membutuhkanlah traktir-traktir itu harus ditujukkan, agar bantuan yang diberikan tepat sasar.
Khotbah tokoh agama tersebut, hemat saya membuat  pendengar (umat) semakin rajin ke gereja dan setelah itu bisa membawa inspirasi baru untuk transformasi kehidupan sehari-hari, terutama saat masa puasa seperti sekarang ini.
 Untuk semua orang yang berpuasa, semoga kita selalu diingatkan agar puasa yang kita lakukan bermanfaat untuk kemanusiaan, terutama bagi mereka yang berkekurangan; semua mereka yang sangat membutuhkan bantuan atau sedekah kita.Â
Dengan demikian, traktiran atau perbuatan baik apa pun yang kita lakukan tidak dicurigai sebagai bentuk lain dari penindasan (hegemoni) antara pemilik modal (kapitalis) dengan kaum proletariat (orang yang suka ditraktir). Sehingga perbuatan baik kita, bermanfaat untuk kebaikan bagi sesama, karena hanya kebaikan yang ikhlaslah yang abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H