Mohon tunggu...
A. Dardiri Zubairi
A. Dardiri Zubairi Mohon Tunggu... wiraswasta -

membangun pengetahuan dari pinggir(an) blog pribadi http://rampak-naong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Setahun di Kompasiana: Soal Teman, Kegenitan, Hingga Jati Diri (2-habis)

9 Oktober 2011   16:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:09 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

[caption id="attachment_135985" align="aligncenter" width="644" caption="kompasiana.com"][/caption]

Jika ada orang bertanya, apa yang saya peroleh di Kompasiana? Pertama yang akan saya jawab, banyak teman. Bukannya di jejaring social lain, seperti facebook, kita juga bisa menjaring teman? Benar, tetapi di Kompasiana beda. Yang membedakan, teman di kompasiana sejak awal sudah diikat oleh kesamaan tujuan, berbagi tulisan.

Melalui tulisan jaringan pertemanan di Kompasiana menjadi jaringan pertemanan yang produktif. Jaringan pertemanan yang berbagi pengetahuansecara sukarela. Suatu bentuk sharing pengetahuan timbal balik, saling menerima dan saling memberi.Tak jarang dalam hal-hal tertentu ada gesekan, benturan, dan diskusi mendalam. Bahkan juga debat kusir. Meski saya akui saya tidak terlalu masuk dalam perdebatan yang pernah menggema di kompasiana.

Melalui teman sesama kompasianer saya juga banyak belajar.Saya coba pelototi bagaimana membuat judul yang menarik, membuka tulisan yang memukau, hingga cara menuangkan gagasan yang mengalir, ringan tetapi mendalam. Saya juga belajar, bagaimana tulisan dengan penyajian data yang kuat. Analisis mendalam dengan argumentasi yang tak terbantahkan. Memang sampai detik ini saya belum mampu melakukannya. Tetapi pengalaman memelototi tulisan teman, menjadikan saya sadar dimana letak kekurangan tulisan saya.

Bahkan bagi saya, saya tidak hanya belajar kepada kompasinaer tentang cara menulis yang baik. Melampaui itu, saya juga memperoleh banyak manfaat terutama tulisan yang meginspirasi hingga memperngaruhi cara pikir dan prilaku saya. Bahkan saya sering menjadikan tulisan kompasianer sebagai rujukan ketika saya mengajar. Inilah berkah teman sesama kompasianer yang saya rasakan.

Mengenai teman, saya harus menyebutkan, kompasianer yang pertama kali meng-add saya seorang anak muda yang tulisannya konsen di persoalan lingkungan hidup. Namanya Detha Arya Tifada. Sementara teman yang pertama kali mengomentari tulisansaya, Diah Rofika, teman kuliah saya dulu yang saat ini tinggal di Jerman. Setelah itu di inbox saya semakin banyak teman baik yang saya add, maupun yang meng-add saya. ada yang sudah tidak tahu rimbanya, tetapi ada masih aktif hingga sekarang.

Lepas dari Kegenitan, Mencari Jati Diri

Jauh sebelum gabung di kompasiana, saya biasa menulis tentang thema social-budaya dan pendidikan. Tetapi saya sering juga menulis tentang thema lain yang lagi trend atau actual. Jika rame soal bola, saya nulis bola. Jika rame soal korupsi saya menulis isu itu, dan begitu seterusnya. Soal saya menguasai masalahnya atau tidak, yang penting saya menulis.

Hasil dari belajar kepada kompasianer menyadarkan saya bahwa saya butuh focus. Akhirnya saya tinggalkan kegenitan ikut trend itu. Bukan saya tidak tertarik sama yang trend, tapi saya tidak menguasainya.

Saat ini saya focus pada isu-isu keseharian, utamanya isu-isu yang dialami oleh masyarakat pinggiran –atau lebih tepat—dipinggirkan. Temanya seputar social-budaya dan pendidikan dengan mengedepankan sisi human interest-nya. Satu lagi yang akan menjadi focus tulisan saya yaitu menulis sosok lokal yang kerja dan karyanya bisa memberi inspirasi.

Perjumpaan secara lebih serius pada yang focus seakan menjadikan saya menemukan jati diri. Kira-kira takdir menulis saya di “sini”. Pada yang kecil di tengah gemerlap dan kebesingan isu-isu actual yang menggoda dan berseleweran setiap hari.

Jujur saja, tulisan saya –meminjam istilah Herman Hasyim—masih ecek-ecek. Saya juga bukan termasuk penulis produktif. Rata-rata perbulan saya hanya mampu menulis 14-15 tulisan. Kalau pun lebih, masih di bawah angka 20.

Tetapi saya harus bersyukur. Di banding sebelum bergabung di Kompasiana, saya hanya mampu menulis 4 tulisan yang saya posting di blog pribadi saya, rampak naong. Dari 4 menjadi 14-15 bagi saya sudah merupakan loncatan yang berarti. Soal mutu, saya malu. Saya masih harus banyak belajar menulis tulisan yang bermutu dan bermakna. Semoga.

Sebagai penutup, saya wajib mengucapkan terimakasih kepada kompasiana dan para kompasianer, terutama yang saya add dan meng-add saya. Pertemanan selama satu tahun telah banyak membuka mata saya. Semoga pertemanan kita juga terbangun hingga ke dasar hati. Salam Kompasiana.

Matorsakalangkong

Sumenep, 19 oktober 2011

Sekedar nostalgia, posting pertama saya di Kompasiana, Air dan Gentong Peradaban

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun