Mohon tunggu...
A. Dardiri Zubairi
A. Dardiri Zubairi Mohon Tunggu... wiraswasta -

membangun pengetahuan dari pinggir(an) blog pribadi http://rampak-naong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sejatinya, Sekolah dan Rumah Saling Mendekat

20 April 2012   14:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:22 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siang hari sepulang dari madrasah ibtidaiyah, anak saya menyodorkan buku bersampul hijau, sepucuk surat pemberitahuan, dan satu lagi cara petunjuk pengisian buku catatan yang berwarna hijau itu. “Nih…ba, kata pak guru suruh diisi,” kata anak saya yang masih duduk di kelas 2 MI.

Buku apaan ini…,” selidik saya.

Gak tahu ba…

Saya segera buka sepucuk surat itu. Ternyata surat pemberitahuan. Pihak madrasah mengirimkan ‘buku catatan harian belajar ‘ yang diharapkan bisa menjadi dorongan tumbuhnya tradisi belajar di rumah.

Dalam surat pemberitahuan itu dijelaskan, “buku catatan harian belajar” ini merupakatan hasil kesepakatan musyawarah antara sekolah dan orang tua, yang kebetulan saya tidak bisa menghadirinya. Surat itu ditutup dengan harapan agar orang tua mendorong aktif anak-anaknya di rumah.

Saya buka buku bersampul hijau. Isinya berbentuk kolom-kolom yang harus diisi oleh orang tua jika anaknya belajar di rumah. Sejak apa bidang studi yang dipelajari anak, mulai jam berapa belajar, jam berapa selesai, dan kolom tanda tangan orang tua. Buku bersampul hijau itu lengkap dengan cara petunjuk pengisiannya.

13349309301117818764
13349309301117818764

Sebagai orang tua, tentu saja saya menyambut baik kreativitas pihak sekolah ini. Buku catatan harian belajar, meski sangat sederhana, ini bagi saya setidaknya memberikan beberapa manfaat :

  • “Buku catatan harian belajar” ini menjadi penyambung bathin antara sekolah dan keluarga. Saya rasa, tradisi belajar yang dibangun di rumah akan memberikan dampak bagus bagi anak di sekolah.
  • Anak akan termotivasi untuk belajar, karena seluruh aktivitas belajarnya terekam dalam buku harian itu. Tentu anak akan merasa malu, jika buku catatannya kosong. Hal itu akan diketahui sama pihak sekolah, karena di kolom terakhir, masih ada kolom tanda tangan wali kelas.
  • Buku catatan itu akan mengingatkan orang tua akan tugasnya untuk selalu mendampingi anak belajar. Paling minimal orang tua akan cari tahu, jam berapa anak mulai dan mengakhiri belajar.
  • Buku catatan ini juga saya sebut sebagai “buku kejujuran”. Jika anak tidak belajar, tapi diisi oleh orang tua, pasti orang tua akan malu sama anak. Jika anak belajar, tapi orang tua lalai mencatatnya, pasti anak akan mempertanyakannya.

Mungkin ada yang bilang, bahwa buku catatan yang dikirim sekolah akan membebani anak. Karena anak seperti suatu keharusan belajar, tanpa diberi kebebasan mau belajar atau tidak. Tetapi bagi saya tidak. Tergantung orang tua di rumah untuk menciptakan suasana senang dalam belajar. Salah satunya dengan memebebaskan anak, terserah mau belajar apa. Menggambar boleh, baca buku cerita boleh, atau bermain sambil belajar, seperti game, juga boleh.

Terlepas ada kelemahannya, buku catatan harian belajar ini bagi saya sangat bermanfaat. Setidaknya, cara ini bisa menjadi media yang mendekatkan sekolah dan rumah. Satu lagi, di madrasah anak saya, ada pertemuan orang tua dan pihak madrasah setiap tiga bulan. Tempatnya berpindah-pindah dari rumah ke rumah orang tua siswa –yang satu kelas—secara bergiliran. Cara ini juga saya nilai sangat besar manfaatnya untuk mengakrabkan antara pihak sekolah dan orang tua siswa.

Matorsakalangkong

Sumenep, 20 april 2012

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun