Berkah bulan ramadhan melimpah. Tergantung setiap orang memaknainya. Limpahan keberkahan romadlan bisa diperoleh dalam maknanya yang horizontal maupun vertical, individual maupun social.
Berkah ramadhan tidak secara ekslusif menjadi milik orang tertentu. Selama orang menambatkan hati ikhlasnya dalam keheningan sikap pasrah kepada Allah, ia akan memperoleh keberkahan. Ia akan menemukan kekuatan di balik “kelemahan fisik” akibat menahan derita lapar.
Pun bagi yang selama ini menjauhkan “surga’ dari rumahnya. Menggantinya dengan prahara. Kesibukan yang kita jalani tiap hari menjadikan kita seperti makhluk asing di rumah sendiri. Terhadap istri dingin. Terhadap suami seperti mesin. Terhadap anak-anak tak sempat untuk sekedar menanyakan, “bagaimana hari-harimu, menyenangkan?.”
Ada yang lebih parah lagi. Suami/istri sudah tidak lagi bergetar bathinnya ketika bertatap muka. Lambat laun ia mencari labuhan pada orang lain. Pada selingkuhan. Inilah trend dan tatangan maha berat terhadap keluarga dalam 10-15 tahun terakhir.
Akibatnya, semua penghuninya “tersesat” di rumah sendiri. Istri tidak bersua dengan suaminya. Suami tidak peduli kemana istri pergi. Anak-anak yang masih kecil tertambat hatinya pada pembantu. Sementara anak yang sudah besar kabur bersama kekasihnya, dan entah tinggal dimana. Rumah hanya menjadi tempat singgah untuk menyemai ego dan nafsu dari seluruh penghuninya, untuk kemudian bercerai-berai, singgah lagi, bercerai-berai lagi dan begitu seterusnya.
Prahara keluarga semakin nyata. Perubahan social-budaya yang demikian cepat membuat rumah tangga sempoyongan.Lihatlah data perceraian. Secara kuantitatif, angka perceraian terus meningkat tiap tahunnya. Data Kementerian Agama RI pada tahun 2009 ada 250 ribu kasus perceraian di Indonesia. Data ini kira-kira 10% dari jumlah pernikahan di tahun 2009 sebanyak 2,5 juta. Dibanding tahun 2008 naik 50 ribu kasus. Tahun 2008 data perceraian 200 ribu kasus (baca di sini ).
Menariknya, angka perceraian setelah masa reformasi meningkat 4-10 kali lipat dibanding sebelum reformasi. Pada periode 5-10 tahun lalu, di Indonesia hanya terjadi 20 ribu hingga 50 ribu kasus perceraian per tahun.Pada tahun 2010 angka perceraian meningkat, meski lonjakannya tidak tajam yaitu 285 kasus dari 2,1 juta perkawinan. Berarti pada tahun 2010 angka perceraian mencapai lebih dari 10% (baca di sini ).
Menambat Asa di Bulan Ramadhan
Di bulan yang penuh limpahan berkah ini, saat yang tepat bagi rumah tangga untuk membangun kembali surga di rumah. Menata ulang serta merefleksikan seluruh kerumahtanggaan dalam terang bulan ramadhan, sebelum prahara besar muncul. Sebagai penutup, ada dua hal yang ingin saya katakan bahwa bulan ramadhan memilki prasyarat yang bisa menjadi jalan membangun kembali surga di rumah :
- Ramadhan menyediakan ruang yang baik guna berefleksi untuk kemudian menata dan membangun kembali surga di rumah. Karena ramadhan menyediakan laku spiritualitas yang akan menyejukkan bagi semua orang. Sikap-sikap menahan diri, semangat berbagi, ikhlas dan rendah hati yang terkandung dalam puasa bisa menjadi rujukan nilai dalam membangun surge dalam rumah tangga.
- Setidaknya dalam waktu buka dan sahur, ramadhan menyediakan momen kebersamaan yang bisa menjadi jembatan bagi keluarga untuk merekat dan merajut rumah tangganya. Suami, istri, dan anak-anak berkumpul dalam kehangatan dan kesejukan. Mengobrol dan saling tegur sapa dalam kasih sayang.
Mari kita bangun jiwa yang kuat dan generasi yang hebat dari rumah. Selamat berpuasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H