Apa yang sulit paling menjadi orang tua? Bagi saya memberi ketauladanan. Memberi contoh yang baik bagi anak. Contoh yang baik itu sederhananya meliputi ucapan baik dan prilaku baik pula. Antara laku dan kata satu. Antara ucapan dan tindakan seirama.
Ketauladanan meniscayakan perbuatan baik itu bisa dilihat dan disaksikan oleh anak. Sehingga anak memperoleh pengetahuan tentang perbuatan baik dari sesuatu yang hidup. Yang nyata. Perbuatan baik yang hidup itu kemudian dilekatkan dalam memorinya. Dijangkarkan dalam bathinnya. Selanjutnya, inilah yang mendorongnya untuk menirunya. Memperaktekkan dalam dunianya.
Orang tua yang selalu mengucapkan terimakasih kepada orang lain, dan anak menyaksikannya, maka ucapan itu akan ia simpan dalam memorinya yang memang kuat merekam. Tentu ini akan lebih baik dari sekedar mengajari anak mengucapkan terimakasih, tetapi orang tua sendiri tidak pernah sekali pun mengucapkannya.
Secara tidak langsung, jika orang tua mengajari anak tetapi minus contoh, orang tua sebenarnya telah membuat gap antara pengetahuan dan tindakan dalam pikiran anak. Karena anak hanya diajari konsep abstrak yang tidak jelas kemana konsep itu merujuk. Maka wajar jika anak kemudian tidak terdorong untuk mewujudkannya dalam tindakan riil. Perbuatan baik itu hanya berhenti di level pengetahuan.
“Ayo nak…belajar. Baca tuh bukunya?”. Tetapi ketika hal itu diucapkan orang tua asyik dengan gadget-nya atau nonton TV.Tentu ini akan berbeda jika orang tua membaca buku. Dengan kasih sayang ia mengajak anaknya untuk memperaktekkan yang sama, “ayo sayang…ambil tuh bukunya?”. Dijamin anak tidak akan susah diajak belajar.
Orang tua yang selalu menjadi tauladan bagi anaknya, akan sedikit ngomong. Karena ia telah melampaui omongan, melalui laku perbuatannya yang lebih nyata dari omongan itu sendiri. Orang tua model ini banyak ditemukan pada zaman dulu. Orang tua saya, misalnya, sangat sedikit ngomong. Ia lebih banyak memberi contoh pada anak-anaknya. Ketika ia menyuruh untuk selalu membaca Alqur’an, ia lebih dulu memperaktekkannya.
Nah giliran saya punya anak, malah saya lebih banyak cerewetnya ketimbang memberi tauladan. Wajar jika omongan tidak membekas karena anak tidak menyaksikan perbuatan baik yang hidup dan nyata melalu orang tua yang paling dekat dengannya. Susahnya, semakin banyak omong semakin tidak terdengar.
Masih mending kalau orang tua cerewet, tapi masih kaya dalam memberi ketauladanan. Sialnya, jika orang tua sudah cerewet, tetapi minus ketauladanan. Nah, yang terakhir ini posisi saya.
Barangkali, penting saat ini melakukan refleksi, apakah kita cerewet tapi minus contoh yang baik? Saya rasa hal paling sulit menjadi orang tua, ya dalam masalah ini ; MENJADI TAULADAN BAGI ANAK-ANAKNYA. Semoga kita diberi kemampuan untuk selalu menjaga laku dan kata. Menjadi rujukan prilaku baik bagi anak-anak kita.
Matorsakalangkong
Pulau Garam, 6 Juni 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H