[caption id="attachment_155457" align="aligncenter" width="432" caption="diunduh dari google"][/caption]
Di samping sapi, ayam merupakan binatang penting yang membentuk budaya Madura. Hampir setiap rumah menjadikan ayam sebagai binatang piaraan. Biasanya ayam itu dipiara hanya sebagai “pelengkap”, karena tidak dirancang layaknya peternakan dalam jumlah besar.
Meski dibuatkan kandang, ayam itu dibiarkan bebas berkeliaran. Ayam lebih banyak berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan makannya. Hanya pagi dan sore hari kadang-kadang pemiliknya memberinya makan. Malam hari ayam itu biasana digiring ke kandang, yang fungsinya hanya sebagai pelepas lelah.
Bagi orang Madura, ayam bukan sekedar memiliki fungsi ekonomi. Binatang ini telah menjadi kawan seharian, meski tidak seakrab dengan sapi. Bahkan ayam kadang menjadi penyambung hubungan kekeluargaan. Sangat biasa dalam tradisi di Madura, anggota keluarga memberi ayam kepada keluarga lainnya. Atau orang tua memberi ayam kepada anaknya untuk dipiara.
Bahkan dalam budaya Madura, ayam menjadi simbol keuletan dan ketangkasan. Ada satu falsafah atau kearifan local yang sering diajarkan oleh orang tua kepada anaknya yakni kar kar kar colpe’. Kar kar kar colpe’ merujuk kepada ayam dalam mencari makan, yaitu, nyakar dulu baru dipatok.Satu pekerjaan yang membutuhkan keuletan dan harus dilakukan secara ajeg (istiqamah).
Falsafah ini hendak menegaskan bahwa dalam hidup butuh kerja keras, ulet, tangkas, dan melakukannya harus istiqamah. Sebaliknya, sifat malas hanya menjadikan hidup tidak bermakna. Ia hakekatnya telah mati sebelum dikubur.
Jika dilihat sifat malas ini tidak ada dalam kehidupan ayam. Pagi-pagi ayam sudah turun dari tempat istirahatnya untuk memakna hidup dengan kerja keras, kar-kar colpe’. Ia berjibaku dengan waktu mengais rizki, tak tergantung kepada pemberian orang. Ia sangat mandiri.
Bahkan ayam seperti memiliki ‘kekuatan mistis’ dimana ia sudah berkokok sebelum adzan subuh tiba. Ini juga yang menjadikan ayam istimewa. Ia telah menemani pengembaraan spiritual yang dilakukan manusia menjelang subuh atau malam dini hari. Kokok ayam yang bersahut-sahutan memaklumkan panggilan spiritual, saatnya manusia bangun dan bersujud kepada-Nya.
Tak ayal, keistimewaan ayam ini sering bermakna satir. Jika ada orang yang malas bangun pagi, orang tua di Madura akan mengatakan kepada anaknya, “ma’ kala ka ajam cong” (kok kalah sama ayam nak). Atau ungkapan, “mon lako tedung gi’ laggu, rizkina e colpe’ ajam “(kalau sering tidur pagi, rizkina dipato ayam).
Tidak saja ayam, telurnya juga menjadi penyangga penting kebudayaan orang Madura, terutama dalam merawat kesehatan.Setiap meminum jamu tradisional, telur ayam adalah salah satu syarat yang harus ada. Telur ayam dengan campuran ramuan herballainnya, malah dipercaya bisa menjadikan lelaki Madura “lebih lelaki”.
Itulah makna ayam bagi orang Madura. Membacanya tidak selalu binatang yang memiliki fungsi ekonomi, tetapi telah merasuk ke dalam budaya. Tentu ayam yang saya maksud ayam kampung, bukan ayam potong, apalagi ayam kampus.
Matorsakalangkong
Sumenep, 12 Januari 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H