Mohon tunggu...
A. Dardiri Zubairi
A. Dardiri Zubairi Mohon Tunggu... wiraswasta -

membangun pengetahuan dari pinggir(an) blog pribadi http://rampak-naong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kampus, Ladang Pembantaian?

12 Oktober 2012   07:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:54 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Setelah dikejutkan oleh tawuran antar pelajar SMA beberapa pekan lalu di Jakarta, hari ini giliran kakaknya, mahasiswa, melakukan aksi serupa di Makasar . Dilaporkan 2 mahasiswa meninggal akibat busur panah dalam bentrok antar mahasiswa beda fakultas di kampus UNM itu.

Pada hari yang sama setidaknya terjadi 3 tawuran antar mahasiswa di 3 kampus yang berbeda. Di Makasar selain di UNM, tawuran juga terjadi antara mahasiswa FKIP dan Fakultas Tehnik di UVRI. Satu lagi terjadi di STKIP Kabupaten Bone, antara aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah [IMM] dengan panitia Seminar.

Ada Apa Kampus?

Entah apalagi pisau analisis yang hendak kita gunakan untuk membedah fenomena tawuran di kampus? Nalar saya tiba-tiba tumpul. Kampusyang seharusnya melakukan ziarahintelektual, menyemai dialog, mengasah pimikiran kritis dan kreatif, di tangan mahasiswa justru dirubah menjadai ladang pembantaian. Sungguh menakutkan. Dua nyawa, pembakaran, adu jotos, lemparan batu, lesatan busur panah, serta piranti kekerasan lain justru muncul di tempat yang seharusnya mengedepankan nalar.

Saya menduga kampus sekarang sudah kering. Kampus tidak lagi menjadi sumber mata air pengetahuan yang bisa mencerahkan pikiran sekaligus menajamkan budi. Jika nalar dikembangkan, itu tak lebih dari nalar instrumental. Nalar yang diperas sekedar alat dan mesin meski harus berlindung dalam klaim gagah, obyektivitas atau ilmiah. Sejenis nalar yang dilepas dari akal budi, atau dilucuti dari lokus dimana pengetahuan hidup, realitas konkrit masyarakat di luar kampus.

Sudah lama terdengar, bahwa kampus yang berdiri gagah telah membuat tembok tebal dari permasalahan riil masyarakatnya. Jangankan dengan kompleksitas masalah bangsa ini, dengan masyarakat sekitar kampus saja berjarak.Kampus tampil sebagai institusi yang memiliki cara pikir, cita rasa, dan gaya hidup yang elitis. Belajar dari referensi dan setumpuk buku yang dibekukan dan mati rasa terhadap masalah-masalah di luarnya.

Kalaupun merespon masalah di luar, saya mendapatinya sekedar respon reaktif. Respon instant. Bukan merumuskan strategi kebudayaan yang menempatkan masalah tidak secara reaktif, tetapi melihatnya dalam jangkauan jauh ke depan. Demo penting, tetapi merumuskan strategi kebudayaan jauh lebih penting.

Satu fakta lagi, kampus saat ini telah “mall” tempat gaya hidup dipentaskan. Masyarakatnya disibukkan oleh deraan gaya hidup ketimbang mengasah kepekaan pikir dan nurani. Sudah mafhum, organisasi intra dan ekstra makin tak menarik, kajian dan diskusi lesehan mati, perpustakaan rame menjelang semester. Seolah kampus hidup sekedar diukur dari jumlah kuantitas mahasiswanya, gedung yang mentereng, dan fasilitas lengkap tapi tanpa roh. Sementara tradisi akademik, kajian, penelitian, dialog humanis makin asing di kampus.

Semoga tawuran sekedar “interupsi” untuk mengembalikan kampus pada semangat awalnya, sebagai tempat mengasah pikiran dan menajamkan akal budi, mendidik calon-calon pemimpin bangsa ini yang kritis, terampil, dan berkarakter.Stop kampus menjadi ladang pembantaian.

matorsakalangkong

Pulau Garam | 12 oktober 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun