[caption id="attachment_134889" align="aligncenter" width="634" caption="diunduh dari google"][/caption] Pagi itu indah. Sinar matahari menyemburkan kehangatan menandai seluruh penghuni bumi mengikrarkan diri untuk mengambil lakon. Lakon yang sejatinya juga indah. Semburat sinarnya yang memerah adalah petuah kesemangatan yang sejatinya harus kita reguk. Jalani hidup dengan penuh optimisme.
Pagi itu berharga. Kokok ayam yang sambung menyambung, pertanda binatang pun menyambutnya dengan penuh suka. Bergairah. Sehingga tetua kita dulu membuat tamsil kearifan, “jika lambat bangun pagi hari, rizkinya dipatok ayam”.
Tetapi keindahan pagi seringkali kita hapus. Atau kita ingkari. Mungkin karena kita terjebak pada rutinitas. Hingga pagi yang demikian indah tak lagi kita sadari.
Sialnya, keindahan pagi tidak kita sadari karena “dari dalam” kita melihantnya gelap. Bathin telah diselimuti awan tebal kedukaan, keputusasaan, pikiran negative, kesal, selalu menyalahkan diri sendiri, bahkan terkadang menghakimi Tuhan, hingga sinar matahari dan kehangatannya tak mampu kita reguk.
Mari hidupkan sinar matahari pagi dalam bathin kita. Keindahannya di luar sana akan berebut tempat merasuki tempayan bathin yang bening, yang ada di dalam diri kita. Dari sini kita tahu, bahwa harga pagi mahal. Menghargainya adalah memaknainya dengan lakon keindahan. Lakon kebajikan.
Jangan menyerah
Jangan gundah
Pagi hari tak mau itu
selamat pagi semua
Matorsakalangkong
Sumenep, 4 oktober 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H