Mohon tunggu...
A. Dardiri Zubairi
A. Dardiri Zubairi Mohon Tunggu... wiraswasta -

membangun pengetahuan dari pinggir(an) blog pribadi http://rampak-naong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Yang Masih Gelap dalam Kasus Sampang

29 Agustus 2012   16:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:10 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seorang teman dari lamongan mengirim SMS sama saya menanyakan kerusuhan sampang. “Pren..iki syiah karo sunni atau partai A dgn partai B”. mendapat pertanyaan ini tak mudah bagi saya menjawabnya. Karena kerusuhan yang menelan korban 2 orang tewas, beberapa orang luka, 30 lebih bangunan rata dengan tanah, dan ratusan pengikut syi’ah dievakuasi ke GOR ini memang rumit. Tak bisa dibaca sekedar konflik syi’ah-sunni atau [awalnya] kasus konflik keluarga antara Rais dengan adiknya Tajul Muluk, pimpinan Syi’ah Sampang.

Yang jelas Sampang –kalau tidak salah akhir tahun ini—akan menyelenggarakan pilkada. Disusul kemudian pilgub Jawa Timur tahun 2013 dan pilpres tahun 2014. Apakah konteks dinamika politik di tingkat local, regional dan nasional turut mempengaruhi konflik yang berakhir dengan kekerasan ini?

Tadi pagi saya menerima telpon dari salah seorang tokoh yang memiliki jaringan kuat dengan berbagai kalangan. Tokoh ini ternyata memiliki perspektif berbeda dan kritis yang mungkin bisa menjawab pertanyaan yang diajukan teman saya via SMS. Tetapi sekali, ini adalah opini. Realitasnya remang-remang bahkan gelap.

Pertanyaan saya ketika mengamati kasus Sampang, kenapa pemerintah merespon dengan cepat?”, ia memulai pembicaraan dengan mengajukan pertanyaan sama saya. Memang benar, langsung setelah kerusuhan [26/8] Gubernur Jatim datang Ke Sampang. Keesokan harinya [27/8] Kapolri dan Menteri Agama juga berkunjung ke Sampang. Di Istana presiden mengadakan rapat terbatas khusus membahas kasus Sampang. Salah satu pernyataan presiden, Intelejen tidak bekerja.

Menurut informasi tokoh ini, pada perebutan pilgub Jatim tahun 2013 partai A akan mencalonkan seorang petinggi di jajaran kepolisian. Sementara partai B tetap mencalonkan incumbent. Informasi ini menarik karena di akhir tahun ini Sampang akan menyelenggakan pilkada. Sangat umum diketahui bahwa setiap partai akan mati-matian bertarung dalam pilkada di tingkat local [kabupaten/kota] untuk mengamankan suara partai di tingkat propinsi. Jadi sigapnya pemerintah sejak propinsi hingga pusat dalam kasus ini menurut tokoh tadi dibaca dari dinamika politik seperti ini.

Nah, puncak dari dinamika politik di tingat local dan regional tadi adalah pilpres yang akan diselenggarakan pada tahun 2014. Satu perhelatan besar yang butuh suara besar. sukses menempatkan kader menjadi kepala daerah akan menjadi lumbung suara bagi pilpres mendatang.

Madura sejak dulu tidak pernah memiliki sejarah konflik akibat perbedaan keyakinan. Baru di pertengahan decade 2000-an konflik muncul di Sampang.

Makin Rumit

Mengamati kasus Sampang saya seperti memasuki labirin tanpa ujung. Di luar sana suara-suara saling bersahutan berebut opini dengan memanfaatkan media. Suara yang cukup menghentak datang dari NGO yang berencana melaporkan kasus ini ke Dewan HAM PBB.

Saya respek. Siapa tahu dengan melaporkan kasus ini akan menjadikan Negara lebih memberi jaminan keselamatan dan keamanan bagi warganya. Tapi saya juga risau, karena khawatir persoalannya tambah rumit sehingga persoalan di bawah –terutama korban—tidak cepat terselesaikan.

Saya tak mau berperasangka buruk sama NGO. Semoga saja usaha NGO dan siapapun diniati tulus untuk memulihkan pihak yang bertikai hidup damai di Sampang. Terutama para korban yang dengan tegas menolak untuk di relokasi. Kita tentu tak berharap, suara-suara di luar justru akan semakin menjadikan korban tertekan. Karena korban ingin hidup di Sampang tidak dalam hitungan tahun, tapi selamanya. Hidup berdampingan dalam damai.

Menunggu Terang

Jika opini di atas –terutama konteks politiknya—gelap, saya berharap Negara –terutama kepolisian—bisa cepat dan tegas menangani yang terang. Pelaku kekerasan, termasuk yang berinisial R [saya tidak tahu apakah ini Rais—kakak Tajul sendiri] harus segera ditangkap dan diadili dengan seadil-adilnya. Pembiaran seperti yang dilakukan pada kerusuhan di akhir tahun 2011 tak boleh terulang.

Tentu usaha di atas harus dibarengi oleh kemauan pemerintah daerah untuk memfasilitasi konflik ini dengan bijak. Ujungnya rekonsiliasi bisa tercapai sehingga hidup berdampingan dalam perbedaan menjadi mungkin. Sementara lembaga-lembaga agama sangat penting mengkampanyekan keberagamaan yang tasamuh [toleran].

Nah, yang gelap biarlah hanya menjadi rasanan, termasuk kemungkinan di area konflik tersembunyi ladang minyak, seperti yang ditulis Dewa Gilang berdasar atas informasi dari Kontras.

Matorsakalangkong

Pulau Garam | 29 Agustus 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun