Di sela-sela pelaksanaan Ujian Akhir Sekolah (UAS), saya sempatkan sharing tentang pola kepengasuhan anak dengan pengawas dari sekolah lain. Ia bercerita tentang ponakan sepupunya, laki-laki 20 tahun, yang sudah 3 tahun lulus dari SMA.
Ponakannya ini susah di atur. Kepada kedua orang tuanya selalu menuntut. Apa yang ia minta, dalam hitungan jam atau hari harus ada. Misalnya, ia nuntut dibelikan motor, ia hanya memberi waktu 3 hari kepada orang tuanya. Ia minta dibelikan kucing angora, orang tuanya pun mengabulkannya seharga 3 juta.
Tuntutannya selalu berputar di persoalan gaya hidup. HP-nya seharga 2,5 juta. Kalau beli baju gak mau yang murah, paling tidak harus seharga 250 ribu. Belinya tidak mau di kotanya. Untuk soal baju saja ia harus beli di Surabaya.
Anak ini bercita-cita kuat menjadi polisi. Sayang, sudah tiga kali ikut tes, ia tidak lulus. Pasalnya ia dari sisi tinggi badan tidak memenuhi persyaratan. Tingginya hanya 165 cm, sementara syarat polisi harus 170 cm. Saat ini ia masih menuntut untuk melamar menjadi tentara.
Sebenarnya, setelah test polisi gagal, ia sudah mau masuk ke PT di kotanya. Orang tuanya sudah habis 5 juta untuk memasukkannya ke PT ini. jurusan yang ia ambil, pendidikan olah raga. Tetapi mungkin karena merasa tidak cocok, hanya beberapa bulan ia meilih berhenti.
Menurut cerita bapak ini, ponakannya sangat sulit di atur. Kepada orang tuanya sangat berani. Dan ia pun tidak pernah merasa bersalah meski sudah menghabiskan jutaan rupiah untuk keperluannya. Anehnya, ketika ia sudah bosan dengan barang yang dimilikinya, maka barangnya dijual dengan harga murah. HP yang dibeli 2,5 juta, ia jual 1 juta. Uangnya ia habiskan untuk hura-hura. Kalau butuh lagi, ia tinggal menuntut kepada orang tuanya.
Satu lagi cirinya, tak ada satupun anggota keluarga yang ia segani, kecuali mbahnya. Tetapi mbahnya sekarang juga ‘masa bodoh’ karena nasehatnya bagai mengukir di atas air. Saat ini, ia tampil sebagai sosok ‘bos’ di rumahnya, sementara yang lain ia anggap pekerja yang harus memenuhi keinginannya.
Bapak dan ibunya, meski sudah sering dibuat kalang-kabut sama anak ini, tetap tak mau merubah pola kepengasuhannya. Bahkan pola kepengasuhan yang sama mereka praktekkan lagi sama anak keduanya, perempuan yang sekarang masih duduk di kelas 6 SD. Anak keduanya juga memiliki sifat yang sama dengan kakaknya, penuntut.
Saya coba mencari tahu, “apa yang salah dalam didikan pola kepengasuhan orang tua ini?”
“MEMANJAKAN,” kata teman saya. Dan ini sudah berlangsung sejak kecil. Apa yang diminta anak, selalu dikabulkan. Bahkan kadang tak minta pun, ketika anak kita masih kecil, sebagian orang tua membelikan sesuatu bagi anaknya. Pada hal anak tidak butuh.
Jadi, memanjakan anak bisa membunuh tidak saja masa depan anak itu, tetapi juga orang tua. Pengalaman sangat baik buat saya yang sekarang dititipi 2 anak oleh Tuhan.
matorsakalangkong
Sumenep, 15 maret 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H