Sungguh saya terharu, ketika siang hari ada anak kecil, perempuan berusia 8 tahun, yang masih duduk di kelas 2 MI datang menghampiri saya yang saat itu lagi ngadem di depan rumah. Sambil menyerahkan uang Rp. 10.000 ia bilang, “pak…ini tadi saya nemu di jalan sana.”
“Uang milik siapa ya?,” tanya saya
“Tidak tahu pak….”
“Kok tidak kamu ambil,” tanya saya lagi.
“Kan bukan hak saya”
Karena rumah saya dekat dengan sekolah memang setiap hari banyak anak-anak TK dan MI yang lewat depan rumah saya. Termasuk anak ini saya melihatnya selalu melewati depan rumah ketika berangkat maupun pulang sekolah.
Saya pun menyarankan agar besok ia mengumumkan kepada teman-temannya, siapa tahu ada yang kehilangan uang. Jika tidak ditemukan pemiliknya, saya sarankan agar diserahkan kepada gurunya untuk ditaruh di kotak Masjid. Ia pun menyetejui.
Melihat anak ini, hati saya seperti disiram air dingin saja. Terasa sejuk. Di saat harga kejujuran demikian mahal, justru saya diajari oleh anak kecil. Setidaknya, di saat bangsa ini mengalami keterpurukan karena gurita korupsi yang secara telanjang dipertontonkan oleh pemimpin kita, kejujuran gadis kecil ini memberikan harapan. Kejujuran masih ada.
Saya yakin di belahan lain, masih banyak orang jujur. Masih banyak anak-anak jujur. Kita berharap besar kejujuran mereka terus dipegang hingga dewasa, meski memegangnya mungkin seperti bara. Anak-anak jujur inilah yang kita harapkan nanti menjadi pemimpin bangsa ini. semoga.
Matorsakalangkong
Sumenep, 6 maret 2012
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI