Mohon tunggu...
A. Dardiri Zubairi
A. Dardiri Zubairi Mohon Tunggu... wiraswasta -

membangun pengetahuan dari pinggir(an) blog pribadi http://rampak-naong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ledakan Bom di Ruang Kelas

1 Oktober 2011   15:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:26 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_134481" align="aligncenter" width="630" caption="diunduh dari google"][/caption] Beberapa hari setelah bom bunuh diri di sebuah gereja di Solo menyisakan duka, saya mencoba ‘meledakkannya’ kembali di ruang kelas di madrasah kami. Saya ingin tahu, bagaimana pandangan para siswa-siswi menyikapi kekerasan yang dilakukan kepada saudara-saudara saya yang berbeda agama.

“Denger berita bom bunuh diri di Solo?,” tanya saya.

“Dengar pak…,” jawab para siswa.

“bagaimana menurutmu, kan bom terjadi di sebuah gereja?”

“Menurut saya, tak bisa dibenarkan. Agama Islam melarang umatnya menggunakan cara kekerasan,” jawab seorang siswa.

“Meski berbeda kita harus saling menghormati pak, harus saling menghargai,” jawab yanglain.

“Dalam sejarahnya, Indonesia dibangun tidak cuma oleh umat Islam saja pak. Makanya perumus Pancasila yang muslim sepakat menghapus 7 kata sebagaimana yang ada dalam piagam Jakarta,” kata siswa lainnya.

Saya coba mengajukan pertanyaan, “ada gak di sini yang punya pengalaman bergaul/berteman dengan orang yang berbeda agama?”

“Tidak ada pak…”

Ledakan kecil yang saya bunyikan di ruang kelas sekedar test the water, apakah di antara siswa ada yang memiliki pemahaman keagamaan yang radikal. Alhamdulillah ternyata tidak terbukti. Setidaknya melalui cara mereka merespon isu bom bunuh diri yang kembali terulang di Solo, saya menjadi tahu dan yakin bahwa pemahaman keagamaan mereka cukup moderat. Pada hal mereka sendiri belum pernah melakukan interaksi dengan pemeluk agama yang berbeda.

Di madrasah aliyah kami memang ada pelajaran tentang Islam dan Kebangsaan. Satu pelajaran yang membahas Islam dalam pergumulannya dengan konteks budaya nusantara, sehingga membentuk Islam yang khas. Islam yang ramah tradisi dan budaya. Islam yang siap berdampingan dengan realitas majemuk. Itulah Islam nusantara.

Barangkali apa yang dilakukan madrasah baru yang kecil seperti ini. Tapi saya yakin,pengenalan terhadap Islam Nusantara akan menjadi self control untuk tidak terjebak pada pemahaman radikalisme agama. Secara bersamaan juga akan memperkuat nasionalisme mereka. Sehingga cita menjadi muslim yang baik sekaligus menjadi warga Indonesia yang baik, bisa tercapai.

matorsakalangkong

sumenep, 1 Oktober 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun