Mohon tunggu...
A. Dardiri Zubairi
A. Dardiri Zubairi Mohon Tunggu... wiraswasta -

membangun pengetahuan dari pinggir(an) blog pribadi http://rampak-naong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Orang Tua Ceroboh, Anak Celaka

29 September 2011   14:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:30 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

[caption id="attachment_134026" align="aligncenter" width="400" caption="diunduh dari google"][/caption]

Menjadi orang tua protektif tentu tidak dianjurkan. Tetapi menjadi orang tua yang tidak peduli sama keselamatan si kecil juga tidak direkomendasikan. Kuncinya barangkali waspada. Hati-hati.

Orang tua terkadang hanya konsentrasi pada hal-hal besar yang dianggap membahayakan anak. Misalnya sambungan listrik, gunting, pisau, obat nyamuk, dsb. Karena mudah diingat, hal besar ini gampang dilakukan.

Sayangnya, hal yang seringkali tidak diwaspadai oleh orang tua justru hal-hal kecil. Hal-hal yang dianggap tidak membahayakan. Pada hal justru yang kecil terkadang menjadi penyebab malapetaka. Atau bisa juga karena ceroboh menempatkan sesuatu. Inilah pengalaman saya sama dua anak saya, yang pertama dan kedua.

Malapetaka Anak Pertama

Malapetaka ini terjadi ketika anak pertama saya berusia 3 tahun (saat ini sudah 8 tahun). Kejadiannya benar-benar tidak terduga.

Suatu hari adik perempuan saya mengambil ¼ minyak tanah cangkir kecil. Minyak tanah itu digunakan untuk membersihkan borok kakinya. Selesai membersihkan, minyak tanah itu ditaruh begitu saja di lantai dekat pintu. Ketika saya lewat pintu itu, saya hampir menendangnya. Saya kemudian mengambilnya dan ditaruh di lemari karet, tingginya kira-kira sejangkauan tangan anak saya. kejadian itu kira-kira jam 08.00 pagi.

Naas datang saat jam 12.00 siang. Ketika saya di kamar mandi, anak saya yang waktu itu didalam rumah bersama istri, bilang haus. Sangat cepat ia bergerak ke arah cangkir di atas lemari karet itu, dan langsung meminumnya. Ya, dia meminum minyak tanah. Meski hanya sedikit, tetapi cukup membuat ia “sekarat”. Wajahnya pucat pasi.

Reflex saya meminta bantuan tetangga untuk mengambil air kelapa. Saya minumkan air kelapa itu pada anak saya. Ia muntah. Semua yang ada dalam perutnya keluar. Kemudian saya membawa dia ke dokter, perawat, sampai bidan. Tapi semua tidak ada karena peristiwa itu terjadi beberapa setelah hari raya idul fitri.

Akhirnya saya membawanya ke kota, yang jaraknya 15 km dari rumah saya. malamnya anak saya mengeluh di perut sakit, tenggorakan panas, dan dada nyeri. Saya, apalagi istri, betul-betul panic. Belum ada perkembangan, keesokan harinya kami bawa ke rumah sakit swasta dan sempat dua hari dua malam di situ. Ternyata juga tak banyak perkembangan.

Akhirnya, kami putuskan keluar dari rumah sakit, dan membawanya ke dokter spisialis anak yang baru buka sehabis liburan hari raya. Alhamdulillah setiba di rumah, anak saya langsung bisa main lagi sama temannya.

saya ternyata sangat ceroboh. Ketika menaruh cangkir berisi minyak tanah di atas lemari karet, sebenarnya waktu itu sudah ada kehawatiran akan dijangkau anak. Tapi kecerobohan saya mengalahkan suara nurani saya. benar saja, selang 4 jam kemudian petaka datang.

Malapetaka Kedua Anak Pertama

Beberapa bulan kemudian anak pertama kami, kembali mendapat musibah. Ketika bermain sama saudara sepupunya, tanpa diketahui istri, mereka main korek kayu. Anak kalau ketemu temannya biasanya makin “kreatif”. Dan benar saja, mereka memasukkan biji korek ke dalam hidung mereka. Yang keponakan saya biji koreknya bisa keluar, sementara yang anak saya tidak. Batang biji korek sampai habis tertancap dalam hidung.

Waktu kejadian saya tidak di rumah. Istri dengan panic menelpon mengabarkan bahwa hidung anak kemasukan biji korek. Langsung saya segera pulang. Setiba di rumah Alhamdulillah, biji korek sudah keluar ketika anak saya bersin-bersin, akibat kemasukan biji korek itu.

Lagi-lagi, malapetaka kedua bukti bahwa kami ceroboh.

Malapetaka Anak Kedua

Malapetaka yang dialami anak kedua (15 bulan) baru terjadi tidak sampai sebulan yang lalu. Lagi-lagi kecerobohan dilakukan kami. Ia yang lumayan lancar berjalan dan baru bisa panggil “baba dan ummi”, harus merasakan panasnya kopi yang tumpah ke badannya.

Peristiwanya berlangsung sangat cepat. Ketika itu saya dan istri di dapur. Istri baru saja membikin kopi untuk saya. Maklum saya maniak kopi. Habis bikin, istri menaruhnya di meja dekat TV yang bisa dijangkau tangan anak. Entah tiba-tiba si kecil tertarik menariknya. Kopi itu terus ditarik dari meja ke pinggir, dan byarr….gelas pecah, kopi pun tumpah ke badannya, tepat di bawah ketiaknya. Si kecil menangis kuat, dan dalam waktu lama karena tidak kuat menahan panas.

Karena lambat memperoleh obat untuk pertolongan pertama, bekas luka tumpahan kopi itu akhirnya melepuh. Si kecil lebih kurang satu minggu merasakan tidak pake baju, dan tidak mandi, hingga lukanya sembuh.

Penutup

Belajar dari pengalaman saya, hati-hatilah dengan benda-benda kecil seperti kancing baju, peniti, paku, gunting kecil, kelereng, korek atau benda kecil lainnya di rumah Anda. Singkirkan semua itu, sebelum malapetaka datang. Kita tidak tahu, karena anak selalu ingin mencoba, benda yang sepertinya tidak bahaya, justru menjadi awal malapetaka.

Terakhir, jangan ceroboh menempatkan sesuatu. Pastikan bahwa benda yang Anda taruh tidak terjangkau oleh anak Anda. Jika sudah ragu-ragu ketika mau menempatkan sesuatu, sebaiknya jangan lakukan. Pindah saja ke tempat Anda yakini. Semoga kita selalu diberi kekuatan oleh Tuhan untuk menjadi orang tua terbaik bagi anak. Amien.

Matorsakalangkong

Sumenep, 29 september 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun