Mohon tunggu...
A. Dardiri Zubairi
A. Dardiri Zubairi Mohon Tunggu... wiraswasta -

membangun pengetahuan dari pinggir(an) blog pribadi http://rampak-naong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Buku Seharga 8 Ribu Rupiah Tak Kuat Beli

26 September 2011   05:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:36 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_137486" align="aligncenter" width="680" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Mengajar di Madrasah yang mayoritas berasal dari keluarga tidak mampu, saya seringkali menemui peristiwa menyesakkan. Meski sudah tidak memungut SPP karena untuk tingkat SMA/MA/SMK sudah “ditanggung” APBD, tetapi ada saja siswa yang tetap berat memikul beaya bersekolah. Beberapa hari yang lalu ada siswa datang ke kantor menemui guru, tak mampu untuk beli sabuk/ikat pinggang. Bahkan ada yang tidak sanggup beli buku tulis.

Pagi tadi (26/9) lain lagi. Beberapa siswa diantar oleh guru yang kebetulan mengajar di kelasnya. Saya mecatat ada sekitar 8 siswa. usut punya usut ternyata 8 siswa itu tidak memiliki kitab/buku paket yang harganya suma 8 ribu rupiah. Sebelumnya mereka berjanji akan beli sebelum pelajaran dimulai tadi pagi.

Saya yang kebetulan di kantor mencoba mencari tahu apa masalahnya tidak memiliki buku paket. Bersama guru yang lain, satu-satu kami ajak ngobrol. Dari kesimpulan kami, ada yang memang malas membeli buku paket. Pada hal dia termasuk dari keluarga mampu. Setidaknya 6 orang yang berasal dari keluarga mampu saat itu juga dipinjami uang sekolah agar segera beli buku di koperasi pesantren. Perjanjiannya, besok mereka akan ganti.

Sementara yang 2 siswa? inilah yang menyesakkan kami. Kami sempat terdiam ketika seorang siswa tiba-tiba menangis. Ia bercerita hanya bermodal “besar hati” masuk sekolah. orang tuanya sebenarnya kurang mendukung karena tidak ada beaya. Ketika seorang guru bertanya, berapa buku paket yang dia punya? Ia menjawab, satu pun tidak punya. Bahkan untuk beli buku paket seharga 8 ribu saja, dia belum beli.

Yang satunya lain lagi. Kebetulan saya dapat informasi bahwa siswa ini hidup bersama ibunya yang sudah sepuh. Ayahnya sudah meninggal. Ibunya memang pekerja keras. Pagi hari sudah keluar rumah berjualan “urap-urap” (sayuran yang dicampur parutan kelapa) yang hasilnya tidak seberapa.

Ketika seorang guru bertanya hal yang sama, ia menjawab tidak satu pun buku paket yang dia punya. Bahkan ia sering tidak memawa uang jajan. Kalau pun bawa cuma 1-2 ribu. Sepontan, ada seorang guru waktu itu yang langsung memberi uang agar dibelikan buku paket yang kebetulan jam itu juga sedang berlangsung proses pembelajarannya di kelas sebelah.

Kepada mereka, guru berpesan agar tidak menyerah. Selama mereka serius belajar, pihak madrasah akan menanggung seluruh buku paket yang diperlukan. Kebetulan untuk buku paket pelajaran “umum”, semuanya siswa memang disediakan di perpustakaan. Sementara buku paket pelajaran agama, siswa memang diminta untuk membeli. Jadi untuk siswa yang tidak mampu, seperti 2 siswa ini, pihak sekolah menanggung semua buku paket agamanya.

Inilah suka duka mengajar di desa. Banyak peristiwa yang kadang menyesakkan dada. Sementara di ujung sana, ada sekolah yang disebut RSBI medapat kucuran dana 500 juta/tahun. Belum lagi pendapatan yang diperoleh dari siswanya yang jumlahnya berlipat-lipat. Karena kita tahu, kapitalisasi pendidikan sudah mewabah.

Syukurlah, semua di madrasah kami sudah berkomitmen, tak boleh ada siswa yang berhenti hanya karena dia berasal dari keluarga miskin. Dan satu hal lagi, miski miskin mereka ternyata kreatif. Semoga komitmen ini bisa kami pertahankan.

Matorsakalangkong

Sumenep, 26 september 2011

Tulisan terkait madrasah kami :

Siapa bilang Orang Miskin Dilarang Sekolah

Tips Mendorong Siswa Gemar Menulis

Buku, Kado Terindah Setengah Abad

Creative Student Day

CSD, Cara Kreatif Mendorong Siswa Kreatif

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun