[caption id="attachment_133029" align="aligncenter" width="495" caption="diunduh dari google"][/caption] Pernahkah anda mengalami, anak Anda cerewet dan selalu mengajak Anda ngobrol?Bahkan ketika Anda memiliki kegiatan serius dan penting untuk segera dirampungkan? Apa reaksi Anda?
Jika digolongkan ada beberapa reaksi yang biasanya muncul dari ortu ketika anaknya mencecar dengan cerita pengalamannya.
Pertama, marah. “Tahu gak ayah/ibu sekarang lagi banyak perkerjaan? Sudah, sana main.” Anak biasanya tak berselera meneruskan ceritanya. Ia beringsut menjauh dari ortunya dengan perasaan kesel yang mendalam. Jika ortu terus galak setiap anak menceritakan pengalamannya, lama-lama anak akan minder. Ia tidak menemukan saluran untuk mengkomunikasian pengalaman duka suka kesehariannya ketika di sekolah atau ketika main dengan teman sebayanya.
Kedua, tutup telinga. Model ortu kayak gini bisanya tidak galak seperti yang pertama. Ia akan mendengarkan surhat anaknya, meski konsentrasinya pada pekerjaannya. Paling banter ia akan bilang, “hemm…begitu ya? Terus…” Ketika merespon cerita anaknya ia tidak sepenuh hati. Bahkan respon yang ia berikan tanpa dibarengi pandangan sayang, karena ia tetap focus pada aktivitasnya. Mungkin ortu model seperti ini tidak memahami, bahwa anak sebenarnya memiliki “indera keenam” dan tahu ortunya tidak mendengarkan curhatnya sepenuh hati.
Ketiga, respon ortu tergantung situasi. Jika kebetulan aktivitasnya sangat penting, dengan bijak ortu akan bilang, “nak..ayah/ibu sekarang lagi ada kerjaan. Gimana kalau ceritanya nanti ketika kerjaan ayah/ibu selesai?” Hakekatnya ortu model ini sangat care sama anaknya. Ketika selesai, ia benar-benar menepati janjinya. Model ortu yang seperti ini biasanya tetap mendengarkan, meski curhat anaknya sebenarnya menjengkelkan. Apalagi anak memang suka curhat dan cenderung cerewet.Tapi demi menghormati anak, ortu seperti tetap bijak mendengarkan.
Keempat, model ortu yang 24 jam siaga. Setiap anak curhat, meski ia sibuk, ia tetap akan menomersatukan anak. Ia akan dengarkan curhat anaknya. Model ortu seperti ini sangat empatik. Atau lebih tepat dibilang tidak tegaan. Hampir sama dengan model ketiga, ortu model ini sangat sabar. Meski anaknya tak habis-habis curhat, ortu tetap bijak mendengarkan.
Dari model komunikasi ketika anak curhat, setidaknya ada dua. Pertama, ortu yang suka mengambil alih dan mendominasi. Ketika anak curhat, ortu yang seperti ini justru meresponnya secara berlebihan. Bukan anak yang banyak bicara, malah ia yang banyak bicara. Akhirnya tak jelas, yang curhat sebenarnya siapa. Kesimpulannya, komunikasi yang diperankan ortu ketika anak curhat berlangsung searah bukan interaktif.
Kedua, ortu yang sadar bahwa panggung curhat milik anaknya. Ia akan mengerem diri untuk tidak mendominasi pembicaraan. Jika berkomentar itu dilakukan secara interaktif. Atau mengajukan pertanyaan pancingan untuk mendalami curhat si anak. Maka curhat pun berlangsung dengan gayeng. Ceria dan membahagiakan.
Bukan perkara sepele
Mendengar anak dengan sepenuh hati ketika curhat sepertinya sepele. Banyak ortu yang malah meremehkan curhat anak. Dianggapnya curhat anak tidak penting karenamungkin tidak secara langsung berhubungan dengan kepentingan ortu.
Tapi bagi saya, inilah kesempatan emas bagi ortu untuk mengajari memartabatkan anak. Mengajari anak belajar empati. Anak yang dalam keluarga dihargai haknya untuk berpendapat, akan menjadi landasan etik yang kokoh bagaimana anak juga menghargai orang lain ketika berbicara dengannya. Anak tidak akan selalu mendominasi pembicaraan, tetapi secara bersamaan ia akan selalu belajar menjadi pendengar yang baik. Dan itu akan mereka rekam dari cara ortunya merespon curhatnya.
Tentu masih banyak manfaat lain. Di samping di atas, penghargaan terhadap anak untuk menyampaikan hak berpendapat dan berbicara akan memberikan dorongan bagi anak untuk mengeksplorasi pengalaman kesehariannya. Anak akan berani dan kritis tetapi tetap santun dan bijak pada orang lain.
Nah..masihkah kita menganggap kecil sama curhat anak?
Matorsakalangkong
Sumenep, 24 september 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H