[caption id="attachment_114071" align="aligncenter" width="277" caption="google"][/caption] Saya pernah membaca kompas cetak yang saya lupa kapan persisnya bahwa salah satu alasan kenapa kapitalisme bertahan karena kemampuannya menjadikan semua orang “merasa muda”. Dorongan merasa muda itu disusupkan pada semua produk yang ditawarkan sejak pakaian, obat kuat, atau segala produk yang bisa menutupi ketuaan, misalnya, semir rambut atau produk yang bisa mengencangkan kulit yang sudah tidak lagi kencang.
Citra merasa muda itu terus-menerus direproduksi. Sehingga setiap orang merasa was-was dan tidak nyaman menjadi tua. Tua adalah musuh. Tua harus disingkirkan. Mulai disingkirkan sejak dari pikiran hingga symbol-simbol yang menjadi penanda gaya hidup. Mencari baju saja yang sesuai denganusia orang yang sudah tua sulit sekali. Karena baju telah dirancang dengan style muda. sehingga ketika dipakai, lebih muda bajunya ketimbang orangnya.
Tetapi tahukah kita, bahwa ketika di relung bathin terdalam ada ketakutan luar biasa untuk menjadi tua, sebenarnya kita telah terperangkap pada citra dan syimbol merasa muda? ya…citra yang tentu sangat bertolak belakang dengan yang nyata, yang riil. Pada hal citra dan symbol tidak serta merta menjawab “meski tua tapi tetap berjiwa muda”. jiwa muda dan merasa muda adalah dua hal yang tidak sama.
Nah disinilah jebakannya. Ketika merasa muda seluruh badan kita sejak ujung kaki hingga ujung rambut menjadi katalisasi dari segenap produk citra yang dijajakan oleh kapitalisme. Wajar jika kita pun selalu dininabobokkan menjadi “seolah-olah muda”.
Jika takut menjadi tua, inilah beberapa tips yang semoga mengeluarkan dari citra “seolah-olah muda” itu :
- Rubah pandangan Anda, bahwa tua adalah proses alamiah yang pasti dilalui orang. Salah satu penanda adalah umur. Jika style dan citra bisa dirubah, tetapi yakinlah bahwa umur Anda tidak bisa digeser. Umur tidak bisa menipu, meski diantara kita seringkali merahasiakan tahun lahir kita. Jika pandangan kita bisa berdamai dengan usia kita, ketakutan yang berlebih pada ketuaan akan berkurang.
- Focuslah pada upaya untuk terus belajar menjadi dewasa. Saya jadi ingat sebuah iklan, Tua itu pasti, dewasa itu pilihan. Meski sering kita abaikan, tua itu tak bisa ditolak, pasti terjadi. Sementara dewasa adalah sikap yang tidak given, tapi diupayakan
- Sewaktu-waktu lakukanlah refleksi untuk keluar dari kungkungan kekinian. Melakukan perenungan dalam keheningan dan kesunyiaan diri. Menghitung ulang yang sudah kita lakukan, dan menghitung sisa yang kita bisa lakukan. Berada dalam rutinitas kekinian seringkali menjebak kita untuk abai pada sisa umur yang akan kita jalani.
- Ingatlah kematian. Suatu misteri yang tak bisa dipecahkan. Ingat mati akanmendorong kita untuk melakukan kebajikan, bermanfat, dan berbagi untuk sesame.
- Bagi yang sudah punya anak dan cucu jadikan anak dan cucu sebagai media belajar menerima kenyataan tua.
- Berdamailah dengan segala penanda ketuaan misalnya, kulit kendor, kulit berbintik, rambut memutih, atau lari serarus meter nafas ngos-ngosan. Tak perlu panic jika tanda-tanda di atas mulai muncul.
- Terakhir, panjang umur adalah orang yang jejak kebajikannya masih ada meski orangnya sudah terkubur
Selamat nyaman menjadi tua.
Matorsakalangkong
Sumenep, 13 juni 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H