Mohon tunggu...
A. Dardiri Zubairi
A. Dardiri Zubairi Mohon Tunggu... wiraswasta -

membangun pengetahuan dari pinggir(an) blog pribadi http://rampak-naong.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

3 Akhlak Paling Mulia Menurut Rasululullah

28 Mei 2011   16:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:06 2005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasulullah Bersabda :

“Wahai ‘Uqbah, maukah engkau aku beritahukan akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling mulia? Yaitu: Menyambung silaturrahmi (hubungan kekeluargaan dan persaudaraan) dengan orang yang memutus hubungan silaturrahminya denganmu. Memberi kepada orang yang tidak mau atau tidak pernah memberimu. Memaafkan orang yang pernah mendzalimimu atau menganiayamu.” (HR. Al-Hakim)

 

Suatu malam, saya iseng membaca ulang AULA, majalah PWNU Jawa Timur, yang sudah lama tergeletak begitu saja di langgar. Saat membuka mata saya tertuju pada sebuah Hadits di atas yang luput dari perhatian saya sebelumnya. Seketika saya ciut. Apa yang saya perbuat selama ini kepada sesama? Pamrih.

 

Ya, saya melakukan sesuatu karena pamrih. Keikhlasan berbagi demikian sulit dilakukan. Tak ada ketulusan. Semuanya perbuatan diukur dengan rumus, “jika saya melakukan, saya utung apa? Jika saya berbuat, saya dapat apa? Kira-kira jika melakukan sesuatu yang dikalkulasi pertama adalah keuntungan yang diperoleh secara subyektif, “UNTUNG APA SAYA’. Atau paling banter saya menunggu sampai orang lain menguntungkan saya. Rumusnya, jika orang lain memberi, baru saya memberi.

 

Mari kita kaji satu per satu Hadits Nabi di atas :

 



  1.     Menyambung silaturrahmi adalah perbuatan yang didorong oleh agama. Dalam silaturrahmi terkandung nilai-nilai yang demikian kaya. Silaturrahmi akan menutup peluang konflik terjadi. Karena dalam silaturrahmi terbuka peluang untuk saling mempererat persaudaraan, membangun kebersamaan dan menyamakan pandangan, menjajaki kemungkinan kerjasama, dan saling menasehati untuk selalu berbuat kebajikan.  Tetapi watak saya, saya baru akan bersilaturrahmi kepada saudara/orang lain yang pernah bersilaturrahmi kepada saya. Saya akan sulit bersilaturrahmi kepada saudara/orang lain yang tidak pernah bersilaturrahmi kepada saya. Apalagi bersilaturrahmi kepada saudara/orang lain-lain yang jelas-jelas karena suatu hal memutus tali silaturrahmi itu sendiri. Dua yang terakhir baru bisa dilakukan jika memiliki sikap lapang dada. Sikap keikhlasan luar biasa. Dan inilah sulitnya. Silaturrahmi saya telah disusupi kepentingan pamrih. Makanya silaturrahmi jenis ini masih belum masuk katagori akhlak mulia, karena ada unsur pamrihnya.

  2.           Memberi kepada orang lain yang pernah memberi adalah biasa. Inilah tindakan saling membalas. Maka sering kita mendengar orang mengatakan, “saya harus membalas jasanya”. Tak ada yang salah dalam tindakan ini. Karena agama memang menganjurkan untuk saling berbagi. Tetapi akan menjadi lain maknanya jika saya memberi kepada orang yang tidak pernah bahkan tidak suka memberi. Perbuatan ini menjadi lain karena membutuhkan sikap lapang dada dan keikhlasan luar biasa. Mungkin karena inilah Rasulullah menggolongkan perbuatan ini sebagai akhlak yang paling mulia.

  3.       Memberi maaf kepada orang yang pernah menganiaya juga bukan perkara gampang. Biasanya ego bicara, “ngapain ngasih maaf, aku kan gak salah. Yang salah dong yang minta maaf duluan.” Nah ini menunjukkan bahwa dalam posisi benar memang sulit memberi maaf. Jangankan tidak diminta, diminta pun sulit. Kalau pun memberi maaf kadang harus ada embel-embelnya. Ada ungkapan, forgiven but unforgotten, memaafkan tapi tak bisa melupakan. Berbeda dengan meminta maaf, tentu jauh lebih mudah daripada memberi. Meski harus diakui kadang ada juga sudah salah, tapi tetap merasa benar. Orang yang seperti ini biasanya tidak mungkin meminta maaf. karena ego merasa benar sendiri sudah menutupi hati beningnya. Jadi, beruntunglah orang yang memiliki kelapangan dada dan keluasan hati dengan selalu memberi maaf kepada orang yang menganiaya. Wajar jika orang seperti ini dimasukkan oleh Rasul sebagai orang yang memiliki akhlak mulia.


Duh, kapan saya menyusul?

 

Matorsakalangkong

Sumenep 28 mei 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun