Mohon tunggu...
Muhammad Taufik
Muhammad Taufik Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Tenik semester 6 Universitas Sriwijaya,rajin membaca, setia dan suka tantangan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Cetak “Golput” lewat Penalty Demokrasi 2014

27 Januari 2014   08:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:26 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertarungan demokrasi perebutan kursi kekuasaan tahun 2014 semakin memanas, jika diibaratkan sebuah pertandingan sepak bola, maka saat ini merupakan akhir babak kedua menjelang menit ke 90. Dimana apabila sampai ke penghujung pertandingan ini belum didapatkan sebuah gol oleh salah satu pihak, maka akan dilakukan adu penalti.

90 menit pertandingan merupakan masa – masa pra pemilu atau kampanye yang sudah dimulai sejak 11 januari 2014 kemarin ,sedangkan adu penalti merupakan Pemilu itu sendiri. Layaknya adu penalti, Pemilu masih menguak sesuatu yang Tidak pasti, semua masihkelabu dan penuh tanda Tanya. Meski sebagian masyarakat telah meneken surat kontrak akan memilih calon tersebut, masih sangat diragukan, mengingat sifat kerahasian dan kebebasan yang diberikan SIstem ini kepada masyarakat dalam menentukan pilihannya.

Jika pada Pemilu tahun 1999 jumlah pemilihnya 99% dari total rakyat Indonesia, lalu pada pemilu 2004 jumlahnya menurun berkisar 74% sampai pada pemilu terakhir tahun 2009 dengan jumlah pemilih hanya 70%, maka untuk analisa jumlah pemilih ditahun 2014 ini akan sulit dilakukan mengingat banyaknya instrument – instrument yang harus diolah, belum lagi dengan maraknya isu - isu buruk tentang pemerintah oleh media, yang sangat terkenal oleh kasus – kasus korupsi mereka. Ditambah terjadinya banyak sekali bencana alam dihampir seluruh wilayah negeri ini,

Dengan memperhatikan berbagai kejadian yang menimpa bangsa ini tepatnya sebelum pelaksanaan Pemilu, maka tidak menuntut kemungkinan akan terjadi kemerosotan dalam jumlah pemilih pada pemilu kali ini. Bahkan jika pemerintah tak dapat mengantisipasi masalah tersebut, bisa jadi pemilu tahun ini hanya akan mencapai pemilih sebanyak 50 – 60% saja, dan terancam akan legalitas dari pemilu tersebut. Yang paling buruk, jika Pemilu tahun ini, harus mengalami pengulangan di beberapa titik , sehingga menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat dengan hasil pemilu yang ada.

Faktor lain yang juga mempengaruhi tingkat pemilih adalah tingkat kampanye yang kurang efektif, misal hanya mengandalkan spanduk dan orang ketiga dalam berkampanye tanpa bersosialisasi langsung kepada masyarakat, hal ini akan memberikan opini masyarakat bahwa calon pemimpin tersebut tidak memiliki kemampuan dan terlihat angkuh serta tidak pro rakyat.

Selanjutnya, Hal yang tak bisa dilewatkan adalah suara para intelek bangsa atau mahasiswa yang harus di perhitungkan juga , yang totalnya mencapai 4,8 juta kepala. Memperhatikan dari pemilu – pemilu sebelumnya. Seperti pemilukada, pemilu gubernur atau pemilu bupati, hanya sebagian kecil dari mahasiswa yang menyempatkan diri untuk pulang ke daerahnya hanya untuk mengambil hak suaranya.

Menurut kompas online edisi 15 september 2013 lalu, kabupaten sleman sudah menyiapkan TPS untuk mahasiswa – mahasiswa rantauan, baik dari jawa atau luar jawa. Diharapkan dengan adanya TPS tersebut, dapat menanggulangi perihal jumlah pemilih pada pemilu 2014. Untuk kabupaten atau daerah lain, penyediaan TPS untuk mahasiswa merupakan keharusan dan wajib hukumnya, jika pemerintah mencanangkan pemilu yang demokratis. Mungkin bisa dicoba untuk membuat TPS di dalam kampus, hal ini dapat menjadi pembelanjaran kepada mahasiswa dan wujud nyata pemerintah dalam mengadakan Pemilu yang demokratis.

Mengambil kesimpulan dari berbagai masalah yang dihadapi pemerintah , dalam hal ini khususnya KPU, harus bekerja ekstra keras dan sebagai penutup, bahwa Masyarakat adalah subjek terpenting dalam sebuah demokrasi, bukanlah sebuah objek untuk mencapai tujuan perorangan. Maka terimalah aspirasi mereka, bantulah mereka dengan kerja ikhlas dan cerdas. Jangan jadikan Pemilu ini sebagai lahan basah untuk meraup keuntungan sebesar – besarnya. (MTF)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun