Mohon tunggu...
Peter Hari
Peter Hari Mohon Tunggu... -

pendiri portal komisiixnew.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Jalan Panjang Menuju Kelulusan Di UT (Bagian 2)

13 Mei 2015   09:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:06 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari masih begitu pagi. Barangkali belum ada kantor yang beraktivitas. Tapi di hpku sudah nyaring berbunyi ting ting, pertanda grup wa mulai aktif bertegur sapa. Kami menamakan diri "Karil & TAP 20151".

Tegur sapa seperti Ini yang membuatkamimenjadi akrab, walau kebanyakan dari kami tidak saling mengenal. Awalnya hanya Nita, Rudi, Desye dan Mbak Dwi yang saling kenal. Rupanya mereka kenal karena pernah sama-sama mengikuti tutorial beberapa mata kuliah yang diselenggarakan oleh pihak universitas. Tutorial sifatnya sukarela, tidak merupakan kewajiban. Berbeda dengan Perguruan Tinggi konvensional, kehadiran dan absensi sangat mempengaruhi nilai, bahkan syarat untuk dapat mengikutiujian semester.

Bukan saja tegur sapa, diskusi yang mengarah kepada pemahaman metode penulisan karya ilmiah diperbincangkan secara interaktif. Setiap pesan yang dilontarkan pasti akan mendapat umpan balik. Diantara kami yang menguasai persoalan adalah Mbak Dwi. Mbak dwi kita anggap sebagai pemuka pendapat, tempat bagi kita memperoleh informasi konfirmasi.

Mbak Dwi juga aktif mengirim ketentuan Karil dari UT, bahkan contoh Karil karya kakak kelas yang sudah lulus. "Karil di UT ada dua metode penulisannya. Satu gagasan, satu lagi hasil dari penelitian. Paling sedikit tujuh halaman dan maksimal 12 halaman", jelas Mbak Dwi kepada kita semua.

Bagiku, Karil masih asing. Walau setiap hariaktivitaskumenulis, tapi menulis dengan memenuhi kaidah ilmiahtidak pernah kulakukan. Seringnya aku menulis dengan gaya jurnalistik, dan membuat release. Kalau menulis makalah tidak memakai metode karya ilmiah. Hanya comot sana-comot sini, bagai merangkai pendapat orang lain atau penelitian orang lain tanpa mengikuti kaidah yang benar.

Dalam diskusi di grup chatting juga ada pembahasan tentang perlunya mencari tempat yang lebih nyaman. Apalagi Mbak Dwi sedang berusaha meminta Ibu Kinkin menjadi dosen pembing Karil. "Masak belajarnya di emperan terus. Aku kan bisa masuk angin", keluh Nita dengan tawa manjanya.

"Hari Sabtu kita ketemu ya? Hari minggunya juga ya. Kita bertemu Bu Kinkin untuk mendiskusikan kemungkinan tutorial Karil yang langsung dia bimbing", ajak Mbak Dwi dalam grup wa.

Pertemuan di hari Sabtu, tepatnya tanggal 28 Februari 2015 akhirnya terjadi. Pertemuan tetap di emper Gedung Kartini. Aku sendiri berhalangan hadir karena ada jadwal cuci darah. Kabarnya juga Bu Kinkin tidak datang. Tapi Mbak Dwi sudah berhungan lansung dengan beliau.

"Alhamdulilah, proposal kita diterima oleh Bu Kinkin. Beliau sendiri yang akan membimbing kita dalam tutorial Karil. Pihal UNJ juga bersedia meminjamkan ruangannya untuk klas Karil komunikasi. Akhirnya kita punya tempat yang nyaman. Tidak terkena angin dan terlindungi dari tampias air hujan. Yang penting juga kita tidak perlu dudukdi lantai saat belajar", ujar Mbak Dwi dengan bersemangat.

"Hore, kita tidak lagiseperti anak ayam kehilangan induknya. Kita akan punya dosen pembimbing untuk Karil",balas Nita

Menjadi Mahasiswa Seperti Umumnya

Pukul masih menunjukan angka 08.30. Masih dikatakan pagi. Di hari Minggu seharusnya kampus ini sepi karena mahasiswanyalibur. Tetapi tidak, banyak mahasiswa yang berkerumunan di luar Gedung Fakulatas Ilmu Sosial dan Politik UNJ. Mahasiswanya beragam usia. Ada yang muda ada juga yang sudah dewasa. Bisa dilihat dari gaya berpakaian dan penampilannya. Dari raut wajah bisa dideteksi kira-kira usia mereka.

Pagi itu ternyata yang datangbukan haya saya dan teman-temansaja. Ternyata ada tutorial beberapa mata kuliah dari berbagai jurusan yang diselenggarakan olehUT. Pihak UT menyewa ruang di UNJ untuk menyelenggarakan tutorial tersebut.

Kami menyebutnya tutorial bukan kuliah. Sebenarnya sama saja. Ada pertemuan antara dosen dan mahasiswanya untuk melakukan proses belajar. Di sini mahasiswa lebih aktif sifatnya. Datang karena benar-benar ingin mendapat pencerahan. Sebabnya jelas, karena merasa kesulitan kalau belajar sendiri tanpa pemateri.

Aku sendiri merasa menjadi mahasiswa kembali. Sudah hampir lima tahun ini walau statusnya mahasiswatidak pernah merasakan atmosfir kuliah. Biasanya belajar di rumah dan belajar melalui internet. Sekarang bisa bertemu dengan teman-teman satu jurusan. Bisa bercanda ria, bahkan kadang diantara mereka menunjukan rasa ketertarikan terhadaplawan jenis. Seperti kisah dalam film "Kampus Biru" yang terkenal dalam tahun 80-an. Rasanya menjadi muda lagi. Sejenak melupakan pekerjaan, dan kegiatan rutin urusan rumah tangga.

Suasana itu pernah saya alami tahun 90-an. Sudah 25 tahun yang lalu. Saat itu aku menjadi mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang. Sayang tak sempat lurus. Rektorat memecatku karena sering menggerakan demo mahasiswa.

Bahkan pada tahun 1991 aku pernah datang ke kampus UNJ, untuk mengikuti pelatihan jurnalistik mahasiswa yang dislenggarakan majalah mahasiwa "'Dikdaktika". Waktu itu, kampusmasih bernama IKIP Jakarta. Rektornya sangat terkenal bernama Frof. Conny Semiawan. Pernah melontarkan isu perlunya pendidikan seks sejak dini. Terjadi pro-kontra. Pemikiranbeliau saat itumasih bertentangan dengan nilai budaya yang dianut sebagian besar masyarakat. Dalam teori komunikasi antar budaya dikenal konseppersepsi seseorang dipengaruhi oleh tiga elemen budaya, yang salah satunya adalah nilai budaya.

"Pagi Pak Petrus. Ayo kita masuk ke ruang aula. Kita duduk di sana sambil nunggu yang lainnya", sapa mbak Dwi dengan ramahnya.

Yang datang baru Mbak Dwi, Bu Rina dan Ketua Kelas Rudi. Sudah lebih sepuluh menit dari waktu yang dijanjikan tapi belum semuanya datang. "Silahkan di makan kuenya. Tadi pagi saya mampir di kue subuh Senen. Penampilannya menarik. Pasti lezat. Cocok untuk mengganjal perut di pagi hari". Pinta Mbak Dwi ke kami.

Saat pertemuan pertama, makanan juga tersedia. Masing-masing membawa makanan dan minuman. Semua digabung. Sehingga tersedia bermacam-macam,menjadibanyak pilihan. Pertemuan kedua Mbak Dwi membawa kue satu tas plastik besar.

Yang lain mulai berdatangan. Tak lama diskusi dimulai. Pagi hari Mbak Dwi membibing kita dengan materi TAP. Rencana pukul 10.00 WIB, Bu Kinkin yang akan membimbing Karil.

Mbak Dwi membagikan satu bundel naskah. Setelah kubaca, ternyata kumpulan soal TAP dari tahun ketahun. Ada juga materi ringkasan materi, baik teori komunikasi, komunikasi antar budaya, teori organisasi dan perencanaan program komunikasi. Empat mata kuliah ini yang akan diujikan dalam TAP.

Mbak Dwi memberi tips cara menjawab soal TAP. "Pertama tulis teorinya dulu baru kemudian analisa wacana yang ditampilkan menurut teori tersebut. Soalnya cuma empat tapi jawabanya bisa panjang. Waktunya empat jam", jelas Mbak Dwi.

Menurut Mbak Dwi, teori tentang efek media massa baik kepada individu, publik dan budaya pasti salah satunya ada yang keluar. Seperti difusi inovasi. Teori ini menjelaskan bagaimana sebuah inovasi baru diterima individu dan kelompok masyarakat. Tidak melalui media massa tetapi melalui sumber personal non media yang dikenal dengan agen perubahan. "Uraikan empat tahap proses difusi inovasi. baru setelahnya memasukan proses itu seperti terdapat dalam wacana", jelas Mbak Dwi.

Sekitar pukul 10.00 WIB, datang karyawan UNJ. Mereka memberitahu bahwa ada klas tutorial yang lain akan menggunakan ruang aula. "Mereka sudah ijin. Pukul sekarang waktunya mereka gunakan ruang aula", ujar karyawan UNJ itu.

Kami semua hanya bisa terbengong-bengong. Pak Ketua Rudi langsung bergegas menemui penangung jawab gedung untuk mengkorfirmasi kejadian ini. "Sebentar ya teman-teman. Ini harus kuurus. Celaka kalau kita tidak punya ruang kelas", ujar Rudi kepada kita semua sambil bergegas meninggalkan ruangan.

Sungguh tragis, baru saja merasakan menjadi mahasiswa sungguhan, yang kuliah di sebuah ruang ber-AC. Tapi itu hanya beberapa jam. Terpaksa harus membubarkan diri. Perkuliahan jadi terhenti. Jadi teringat massa muda dulu. Menjadi mahasiswa tapi sering bolos. Padahal saat itu ada fasilitas ruang kuliah. Dosennya juga lengkap. Terkadang usiamampu membukakan kedewasaan, walau tidak selalu.

Oleh Peter Hari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun