[caption id="attachment_344004" align="aligncenter" width="538" caption="Kampung Muara, Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan - Kabupaten Bogor."][/caption]
Cantiknya Desa ku... Sungguh luar biasa pemandangan Kampung Muara, Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan – Kabupaten Bogor. Awal Oktober 2014 lalu saya memulai melaksanakanKKP (Kuliah Kerja Profesi) bersama ke-empat teman kelompok saya. Kami di tugaskan untuk Observasi Bencana Alam, karena kita kuliah di Jurusan Ekonomi Pembangunan maka kita meneliti tentang segala Aspek Perekonomian dan Pembangunan di kampung tersebut.
Singkat cerita, saya dan rekan-rekan menuju ke Desa tersebut... yaaa tentu sangat jauh dari likak-likuk Perkotaan, arah jalan Desa tersebut melewati kawasan wisata (Taman Nasional Gunung Halimun Salak), namun akses menuju jalan Desa tersebut sangat mengkhawatirkan sungguh berbahaya dan harus sangat hati-hati karena tanjakan yang sangat curah dan liuk-liuk jalanan yang penuh berbatuan licin, yaaa seperti inilah memang jalan akses menuju Desa yang terpencil sungguh ironis padahal Desa tersebut masih berada di lingkup Jabodetabek. Sangat Perjuangan sekali saya dan rekan-rekan menempuh perjalananke Desa tersebut.
Cukup melelahkan... namun semua itu terbayar sudah ketika kami melihat pemandangan di kanan-kiri hamparan sawah, sungai dan perbukitan yang memanjakan mata... sampai lah kami di Desa Cibunian, kami meminta izin dahulu ke Balai Desa setempat untuk melakukan Observasi ini, yap... Balai Desa disini mungkin tidak sebesar atau semegah di Daerah lain, sangat sederhana sekali dengan peralatan kantor yang “sealakadar-nya” bahkan tidak ada komputer (elektronik lain nya).
Sampai lah kami di Balai Desa Cibunian, bertemu dengan Sekdes (Sekretaris Desa) kami menerangkan apa maksut dan tujuan kami melakukan Observasi di Desa Cibunian – Kampung Muara, beliau pun menceritakan bahwa memang benar Kampung Muara itu rawan akan bencana alam tetapi tidak ada arsip-arsip yang konkrit mengenai peristiwa bencana tersebut. Kami memaklumi karna terbatas nya alat elektronik (komputer), setelah kami usai “obrolan” terhadap Pak Sekdes, bergegas lah kami pamit dan hendak ke lokasi sasaran Observasi yaitu Kampung Muara.
Tidak jauh jarak tempuh dari Balai Desa menuju Kampung Muara sekitar 500meter, Kampung Muara mempunyai 3 RT, yaitu Muara 1, Muara 2 dan Muara 3. Warga sekitar sangat ramah... terpancar senyuman ikhlas para warga sekitar ketika saya sapa dan senyum. Sayangnya... jalan Kampung Muara tak se-ramah para warga-nyasaya merasakan jalan tersebut seperti “kubangan kerbau” yang berbatuan dan licin. Sesuai dengan rekomendasi dari Pak Sekdes bahwa RT yang cukup parah kena dampak bencana ialah Muara 1, yaitu Kampung paling ujung... hembusan nafas kelelahan kami pun terhempas... mengingat kondisi jalan yang rusak, tetapi jiwa semangat kami pun terus berkoar, memikul tanggungjawab yang besar kami pun bersiap menuju Kampung Muara 1 menggunakan Sepeda motor (karena tidak memungkinkan untu naik mobil), perlahan namun pasti dengan sangat hati-hati dan penuh konsentrasi kami “menaklukan” Kampung Muara.
Sesampai ditengah perjalanan “ekstrem” itu ternyata ada suatu pekerjaan proyek di Kampung Muara 2, rasa penasaran kami pun memuncak, bergegas lah kami menghampiri sebuah warung kecil yang ada di pinggir jalan, kebetulan sekali di warung tersebut ada para pekerja buruh proyek yang sedang berisitirahat. Kami segera menghampiri ke warung tersebut dan kami menanyakan ke salah satu buruh proyek tersebut (supir truk). Ternyata proyek tersebut ialah PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) namun sayang-nya supir truk tersebut tidak menceritakan secara gamblang bahwa proyek tersebut milik siapa ataupun asal-usulnya dia hanya menceritakan sistem PLTA saja, dia juga sangat antusias menyambut kedatangan kami ia mengatakan bahwa senang kampung-nya kedatangan kami para mahasiswa jadi kampung nya itu terkenal dan masyarakat luas bisa menjadi mengenal Kampung Muara, yaaa tidak menutup kemungkinan untuk dapat “sentuhan” dari pemerintah. Lalu tidak lupa kami pun menanyakan “jalanan kampung muara kok hancur seperti ini yah pak???” dia pun menjawab “ya,memang dari dulu jalanan sudah hancur seperti ini, saya orang asli sini” hooo oke... padahal menurut warga Kampung Muara 3 yang kami sambangi tadi, mereka mengatakan jalanan Kampung Muara dulu bagus tetapi ketika proyek PLTA berdiri banyak truk-truk besar melewati jalan yang mengakibatkan jalanan semakin hancur... hmmm pelik toh. Sudah cukup banyak mendapatkan informasi mengenai proyek ini kami segera pamit dan melanjutkan perjalanan kembali. Yeaaayyyy SEMANGAT!!! Seperti inilah ucapan salah satu teman saya ketika kami melanjutkan perjalanan ke Kampung Muara 1.
Menuju Kampung Muara 1... luar biasa amboi nian Pemandangan-nya... saya benar-benar dekat sekali dengan gunung, yaaa betul Kampung Muara 1 itu di kaki bukit Gunung Salak. Akhirnya!!!! Kita sampai di Kampung Muara 1... kami langsung saja menghampiri rumah warga yang sangat sederhana itu untuk mengisi kuesioner kami. Yaaa tentu pendidikan warga disini sangat rendah, maka dari itu kami sedikit kesulitan untuk menggali informasi dari mereka mengenai bencana yang kerap melanda Kampung mereka. Namun kami disambut ramah oleh para penduduk... pelan-pelan dan bertahap kami berbincang dengan mereka. Kami sudah dapat kesimpulan bahwa bencana yang sering melanda ialah banjir, longsor dan juga gempa. Cukup parah masih terlihat jelas retakan-retakan dilantai dan dinding tembok, mereka pun mengatakan bilamana banjir ataupun longsor datang mereka langsung mengungsi kerumah bedeng yang ada di atas bukit, rumah bedeng tersebut ialah bantuan dari pemerintah. Namun mereka pun mengeluhkan kuranganya “sentuhan” dari pemerintah, yaaa melihat kondisi warga sekitar yang sebagaian besar petani, buruh batu kali ataupun pedagang asongan tentu mempunyai pendapatan yang rendah ditambah pula kondisi kampung mereka yang kerap terjadi bencana.
Tidak lama kami berbincang dari salah satu rumah warga tiba-tiba seorang petani menghampiri kami, segera kami mengenalkan diri dan menerangkan apa maksut dan tujuan kami datang. Pria paruhbaya itu pun terlihat sangat antusias sekali menceritakan apa yang terjadi di kampung-nya tersebut, ia pun juga mengeluhkan kuranganya “sentuhan” dari pemerintah. Terlihat jelas secercah harapan dari raut wajah bapak tersebut, yaaa harapan agar ia sebagai “rakyat kecil” lebih diperhatikan, harapan bantuan sandang dan pangan, harapan bantuan ketika bencana melanda, dan yang terpenting ialah untuk kesejahteran kampung-nya.
Cuaca sudah mulai gelap, matahari pun terbenam jauh dan jarum jam sudah menunjukan angka 5 sore kami tak sadar sudah cukup larut dalam obrolan “bernilai” ini kami pun bergegas pamit pulang kepada warga. Mungkin hari pertama KKP kami sudah cukup terkesan, kami berencana esok hari ingin ber-eksplore alam Kampung Muara - Cibunian.
Esok hari kami kembali ke Kampung Muara 1, planning kami ialah ingin mengetahui lingkungan sekitar. Kebetulan sekali kami sampai disana ketika matahari sedang terik-teriknya... tentu kami sangat tergoda oleh kali atau sungai yang sangat jernih dan air-nya pun deras dengan pemandangan gunung salak yang nampak sekali keliatan jelas, dengan banyaknya anak-anak kecil yang sedang mandi dan para ibu-ibu sedang mencuci pakaian nya... Oh Tuhan... sungguh eksotis Kampung Muara – Cibunian ini. Ketika kami sedang bermain di kali sungai ini tiba-tiba dari kejauhan ada 3 anak SD (berseragam) yang melewati jalan ini kemudian kami menghampiri mereka dan bertanya, ternyata rumah mereka masih jauh nanjak keatas bukit... sungguh luar biasa semangat 3 anak ini yang masing-masing masih duduk dikelas 2 SD (8 tahun) padahal sekolah mereka yaitu SDN Muara itu berletak di kampung muara 3 jauh dari rumah mereka dengan medan jalan yang berat, tetapi kaki-kaki kecil mereka sangat kokoh dan tangguh guna mencapai kesuksesan masa depan. Ya saya sangat yakin bahwa pendidikan ialah tiang dari kesuksesan pribadi ataupun sebuah bangsa. Sungguh kagum kepada anak-anak itu.
Akhir dari cerita pengalaman KKP saya ini sesungguh-nya saya dan teman-teman dari lubuk hati yang dalam sangat ingin sekali membantu berupa materi ataupun non materi, tetapi sayangnya kami tidak bisa... ya karna keterbatasan waktu yang kami miliki juga jarak rumah kami yang jauh dari Kampung Muara, tidak seperti mahasiswa-mahasiswi IPB yang secara sukarela meluangkan waktunya untuk menjadi guru. Para mahasiswa-mahasiswi IPB secara sukarela mendirikan sekolah rimba (non formal) di Kampung Muara yang diadakan tiap minggunya. Kegiatan yang mereka lakukan ialah seperti belajar membaca, berhitung, mengambar dsb. Saya dan teman-teman bertujuan untuk menulis artikel ini ialah salah satu kontribusi kami untuk membantu warga Kampung Muara – Cibunian agar kampung mereka dapat terekspose oleh masyarakat luas di media massa maupun media sosial dengan kata lain agar Kampung Muara mendapatkan “sentuhan” baik dari instasi pemerintah ataupun masyarakat luas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H