Pasca pelantikan anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta periode 2014-2019, 25 Agustus 2014 lalu, kepatuhan untuk melaporkan harta kekayaan ternyata nihil. Dari 106 anggota DPRD DKI, tak seorangpun menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Berdasarkan data Direktorat PP LHKPN KPK per 27 Oktober 2014, seluruh anggota DPRD DKI tidak melaksanakan kewajibannya dengan menyerahkan LHKPN kepada KPK," kata Direktur Eksekutif Jakarta Public Service (JPS), Mohammad Syaiful Jihad di Jakarta, Jum'at (31/10/2014).
Padahal kewajiban untuk menyerahkan LHKPN telah diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Keputusan KPK Nomor: KEP.07/KPK/02/2005 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Pengumuman LHKPN.
"Seharusnya setelah dilantik, selambat-lambatnya 2 (dua) bulan kemudian, 106 anggota DPRD DKI sudah menyerahkan LHKPN kepada KPK," lanjut Syaiful.
Dari 106 anggota DPRD DKI, 88 anggota atau 83,02 persen wajib mengisi Formulir LHKPN Model KPK-A yang berarti Penyelenggara Negara untuk pertama kali melaporkan harta kekayaannya. "Sementara sebanyak 18 anggota DPRD DKI atau 16,98 persen wajib mengisi Formulir LHKPN Model KPK-B, karena sebelumnya mereka pernah menyerahkan LHKPN," ungkap Syaiful.
Ke 18 nama anggota DPRD DKI yang pernah menyerahkan LHKPN adalah Abdul Ghoni (terakhir lapor pada tanggal 16/12/2003), Abdurrahman Suhaimi (29/12/2003), Bambang Koesoemanto (22/10/2010), E.Sjahrial (17/9/2001), Fathi Bin Rahmatullah (17/12/2003), Hamidi AR (17/5/2002), Hosea Petra Lumbun (2/7/2001), Inggard Joshua (11/8/2004), Lucky P. Sastrawiria (26/12/2003), Pantas Nainggolan (29/10/2001), Prabowo Soenirman (01/7/2001), Raja Natal Sitinjak (26/12/2003), RMG Bimo Hastoro (29/10/2001), Rois Hadayana Syaugie (22/12/2002), Selamat Nurdin (11/11/2004), Triwisaksana (19/3/2012), Tubagus Arif (19/12/2003), dan Zainuddin MH (24/12/2003).
"Harusnya Pimpinan DPRD DKI mempelopori penyerahan LHKPN. Selain untuk mengontrol kekayaan anggota DPRD DKI, LHKPN juga bisa membangun kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif. Bahwa sebelum melayani masyarakat, mereka menunjukkan niat baik dengan memenuhi kewajibannya. Dan itu bagian dari dukungan terhadap gerakan anti korupsi," kata Syaiful.
Sebagai gambaran, hasil kajian Jakarta Public Service (JPS) terhadap anggota DPRD DKI periode 2009-2014 lalu, dari 94 anggota DPRD DKI, 98,94 persen (93 anggota) tidak menyerahkan LHKPN dan hanya 1,06 persen (1 anggota) yang menyerahkan LHKPN kepada KPK.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H