Mengumbar kebaikan dan menyembunyikan kesalahan diri sendiri ialah perkara yang sudah lazim dilakukan setiap orang. begitupun dengan kita, kadang sering merasa bahwa diri kita paling baik dari orang lain. Di zaman kita sekarang banyak sekali orang-orang sibuk menyusun prioritas demi memuaskan egonya, sehingga sekecil apapun kesalahan orang lain dianggap paling buruk daripada dirinya.
Jangan terburu-buru dulu menghukum adalah orang lain paling hina daripada kita, karna kita tak tak pernah tau apa penghunjung kita dan apa penghujung orang lain. bagaimana jika penghujung orang lain adalah baik, bukankah kita barangkali pernah mendengar sebuah hadist yang menceritakan seorang lelaki yang membunuh 99 orang lalu di genapkan menjadi 100 orang, lalu akhirnya lelaki itu bertaubat kepada Allah dan di terima taubatnya, walaupun belum sedikit amal kebaikan yang dilakukan lelaki itu. namun dengan kemurahaNya Allah menerimanya dan memasukan lelaki itu kedalam Syuga. padahal baru niat, baru kekuatan dan kesadaran dirinya untuk bertaubat. bukankah dulu dijaman nabi musa ada seorang yang alim, sholeh, yang doa-doanya mustajab, tapi pada penghujungnya bernasib buruk. oleh karnanya, manakala kita melihat orang kafir, janganlah terburu-buru dulu menilai diri kita lebihbaik sebelum penghujungnya yang menentukan.
Kadang-kadang kita terbesit "penyakit" yakni, merasa paling baik sepertinya terkesan biasa-biasa saja. mungkin karena penyakit ini sudah menjangkiti tubuh dan jiwa kita. sehingga kita menganggap bahwa penyakit tersebut sudah barang lumrah. tetapi jika kita renungkan dalam-dalam sebetulnya penyakit inilah yang mendatangkan keburukan buat kita dalam bentuk lain.
Pertama, orang yang merasa paling baik akan kehilangan motivasi atau gairah dalam proses pengembangan diri. buat apa mengembangkan diri, toh begini saja saya sudah paling baik. begitulah kira-kira bisikan dalam hatinya. akibatnya orang yang semacam ini tidaklah betul-betul berprestasi, karna sebenarnya ia tidak betul-betul paling baik, hanya merasa paling baik. iya hanya merasa doank.
Kedua, orang yang merasa paling baik akan mudah terseret untuk melakukan kesalahan-kesalahan jika anda merasa paling baik di lingkungan. akan ada alasan bagi anda untuk tidak menaati aturan karna anda merasa saldo kebaikan anda masih cukup. misal, jika sesekali anda merasa tidak membayar iuran untuk kegiatan bakti sosial, anda akan membuat alasan kuat. saya kan sudah sering kali membantu kegiatan sosial, mengumpulkan sambah, membersihkan selokan, dan tidak pernah absen dalam kerja bakti. masa sesekali tidak membayar iuran saja tidak boleh. begitulah kira-kira alasan yang muncul.
misalnya lagi, beberapa orang merasa atau membuat alasan kuat.begitu ringan-ringan saja melakukan perbuatan dosa, kan saya sudah banyak mengumpukan saldo pahala, mosok melakukan dosa kecil saja tidak boleh, bukankah saya sudah sering shlat, rajin kemesjid, bayar zakat, puasa dan bahkan sudah pergi haji. begitulah kira-kira alasan yang di sampaikan. ironis bukan ?
Ketiga, orang yang merasa baik akan menggirinya kepada kesombongan, jelas hal demikian dapat mengambat proses jalanya suatu kebaikan menuju dirinya, seperti hanya menyombongkandiri karena tidak pernah telah masuk kelas, menyombongkan karena nilai ujian mendapat besar, atau menyombongkan diri hanya karena memenangkan perdebatan dan menganggap orang lain kalah telak.
Oleh karnanya, selagi kesempatan masih ada gunakanlah waktu sebaik-baiknya, sedikit akrablah dengan waktu yang singkat ini. belajar memperbaiki diri lebih baik ketimbang menilai keburukan orang lain, lupakan kelebihan diri padanglah orang lain lebih baik dari kita, karna kita tak pernah penghujung kita dan penghujung orang lain. jangan sampai diri kita terlegitimasi oleh makhluk gaib yang bernama ego. karna jika dalam diri manusia tidak ada ego, manusia akan sadar betul betapa hinanya di hadapan Allah.
*********
- sumber gambar : doc.pribadi
05-04-2015