Mohon tunggu...
Gatra Maulana
Gatra Maulana Mohon Tunggu... lainnya -

warga semesta yang sekedar ikut etika setempat

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Moral "Mereka" di Letakan Dimana ?

18 Februari 2015   18:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:57 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1424231961251478533

[caption id="attachment_369501" align="aligncenter" width="480" caption="foto : dari lapto pribadi"][/caption]

waktu terasa begitu cepat berlari kencang, mencekal sepijak gundah dalam benak, tak henti mencekal dan memaki hingga porsi yang lebih tinggi. begitupun kadang jika suatu momentum tak sempat mencipta cerita, yang barangkali bisa di kenang sepanjang masa, tapi itulah sang waktu, hanya sekejap mata bisa di rasa, bahkan tidak ada satu detikpun untuk sekedar memahat kesadaran.

----------------------------------

Di tengah kompleksitas kezholiman yang kini sedang melanda Negara Indonesia, bagiku semakin kompleks semakin menarik untuk di tilik, kenapa ? disaat Negara mengalami keterpurukan akibat ulah para koruptor, akibat semakin maraknya orang-orang munafik, semakin banyaknya pecandu kekuasaan. Di sinilah titik terliar daya nalar, dimana rakyat sudah mulai tercabut kepolosanya, hingga rakyat mau berpendapat, berasumsi bahkan melawan. walaupun banyak pro dan kontra tetapi itulah warna kehidupan.

Konflik demi konfliks selalu mewarnai negara kita, begitu krusial iklim politik Tahun ini. kesejahtaraan bangsa semakin hari semakin pudar, kedamaian ketentraman hanyalah berupa kata antah begitu jauh dari kenyataanya. tetapi jangan dulu putus asa, selagi masih ada harapan tersisa dan masih ada kesadaran di setiap segelitir orang, biarkanlah semuanya berjalan secara alami, barangkali ini hanya drama Tuhan agar bangsa ini perlu melakukan pembaharuan, merestart ulang bahkan menguak selak beluk kekejaman yang masih menjadi pertanyaan.

Di saat sebagian orang berasumsi, bahwa : sejarah kepemerintahan jokowi hari ini telah gagal melakukan perubahan, janji-janji manis yang kerap beliau lontarkan dulu, hanyalah puing yang sia-sia. Bahkan sebagian banyak para pendukung jokowi sekarang gigit jari, kecewa, menyesal akibat ketidaktegasan jokowi dalam memipin bangsa. Apa lagi sekarang semakin kompleks perkara budi gunawan calon kapolri yang konon memiliki rekening gendut, menyebabkan seorang jokowi kebingungan mencari jalan tengah. Tidak pula kalah dengan heters jokowi : dari masa kampanya sampai sekarang telah menjadi presiden, tak henti mereka membuli, mencaci bahkan memfitnah seorang jokowi, tidak menutup kemungkinan pula bahwa hari ini mereka punya kesempatan emas untuk menenggelamkan istana kepemerintahan jokowi.

Jokowi sebagai orang asli keturunan jawa yang berwatak ora enakan, tentulah ini menjadi sebuah pertimbangan yang amat matang bagi seorang jokowi. Dimana beliau berfikir lebih keras setiap hari, agar keputusan yang beliau ambil tidak merugikan pihak lain. dengan berwatak tersebut saya berani mengatakan bahwa jokowi begitu netral, objektif, mencari jalan tengah. Dan beliau tidak ingin perkara ini menjadi peperangan dahsyat selama masa kepemerintahanya. Tetapi kembali lagi kepada sebuah persepsi, ini negara demokrasi semua berhak berpendapat, semua berhak mengkritisi, begitupun dengan saya, sebagai penulis hanya bisa menulis, mengamati namun tidak menghakimi.

Saya pikir bagaimana negara ini bisa maju, kalo setiap hari rakyat di bungkam, di beri kenyamanan bahkan di sumpal dengan uang agar patuh dan diam mengikuti gerakan yang tidak jelas adanya. Moral mereka di letakan dimana, jika keselamatan dirinya lebih penting ketimbang kehancuran moralnya. Saat mereka tau dan menyadari bahwa dirinya telah melakukan tindakan salah, dengan mendukung para koruptor, dengan dalil-dalil yang di anggap suci dan benar, mereka lupa bahwa selamanya koruptor itu keji, hina persis seperti binatang kelaparan, yang mencari makan tanpa akal. Namun masih ada saja di antara mereka yang bersorak riya dengan suara lantang mendukung para koruptor.

Asudahlah,  entah kemana lagi sebuah kepercaan akan kami gadaikan, jika para wakil rakyat, petinggi elit, hakim, bahkan seorang pemimpin semuanya pada serakah hanya karena mereka belum pernah merasakan sakitnya dicakar sejarah. Dan mereka yang rakus akan kekuasaan khususnya para koruptor bejat, mareka akan berhutang abadi pada sejarah indonesia.

.................................................

Salam hangat kompasiana

18/02/2015


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun