Mohon tunggu...
Gatra Maulana
Gatra Maulana Mohon Tunggu... lainnya -

warga semesta yang sekedar ikut etika setempat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menulis dengan Tangan yang Sakit

3 Maret 2015   21:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:13 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14253692681322027864

Entah sayatan luka dari mana lagi ketika sepulang dari tongkrongan tempat dimana saya berkumpul dengan para tuan-tuan yang berkepala besar, yang bibirnya merona berhias topik-topik sampah, beragam permbicaraan hingga menjurus pada luka kecil dihati saya. tak pernah heran jika setiap hari saya merasa terpojokan akibat kebodohan yang begitu matang dalam diri saya. bukan bermaksud merendahkan diri hanya karna secuil persepsi, tapi karna ketidatahuan mereka menggap bahwa dimata mereka dengan saya belajar menulis hanyalah sebuah perkerjaan yang sia-sia.

Memang benar bahwa, menulis seringkali di persepsikan dengan perkerjaan yang sia-sia, buang-buang waktu, kesempatan untuk bersenang-senang sangatlah sedikit. seberapa besar sih upah yang di gayar bagi seorang penulis, tentulah tak sebesar mereka yang menjadi pegawai bank atau barangkali mereka yang berkerja dibidang pemograman. Inilah sebuah persepsi yang sangat dangkal, sebuah persepsi yang keliru yang terus dipelihara, memandang bahwa menulis merupakan pekerjaan yang membuang-buang waktu .

Bagi saya menulis merupakan obat penenang dalam dosis rendah, dengan menulis kita senantiasa menemukan cakrawala baru, dengan menulis kita diajak untuk keliling semesta mengarungi samudra pengetahuan yang begitu melimpah, yang jelas dengan menulis dunia akan mengenal kita sebagai manusia utuh. Disadari atau tidaknya, menulis akan merujuk kita pada dimensi refleksi. Karena menulis adalah menuntut kita untuk terus membaca dan memaca, mendobrak pintu pengetahuan dan menjauhkan kita dari kebodohan.

Saya fikir seorang penulis sejati tidak akan melabeli dengan atribut untung rugi, apakah ia harus di bayar atau tidak, tidaklah menjadi persoalan penting. mereka menulis karna panggilan jiwa, panggilan semesta, panggilan untuk tetap menghidupi hidup. Jiwanya tidak terkontraminasi oleh sifat materialistis, karena orientasi seorang penulis bukan memberi makan isi perut, melainkan memberi asupan giji terhadap jiwanya. Dengan begitu ketika jiwa selalu di beri asupan nilai-nilai kebajikan, maka kehidupanya selalu merasa kaya. Bukan kaya materi, tetapi kaya yang bersifat hakiki.

Kini saya belajar menulis dengan tangan yang sakit, tetapi mereka terus berbicara, seperti ada semacam tikus dalam mulutnya, kini kepalanya membesar, suaranya makin nyaring nyaris terdengar sampai gendang telinga, mengkonsumsi ribuan sampah telah menjadi kebiasaan mereka, pun kalo mereka sadar bahwa dirinya begitu keliru dengan kesombongan sempurna. Tetapi biarkan saya memilih diam, diam dalam kegamangan dan diam dengan segala kebodohan.

Maaf tuan-tuan, jika sekarang ini dunia kita telah berbeda, berbeda bukan karena kalian kaya pengetahuan dan saya miskin pemikiran, bukan karena kalian anak pejabat dan saya anak petani, atau pula kalian di ruang cahaya sedang saya di ruang gelap. kita masih tetap sama, berpijak pada bumi, sama-sama menjadi warga semesta berjalan pada kehidupan yang nyata. Perbedaan kita sebetulnya sederhana, tak perlu menuai banyak tanya hingga nanti kalian lupa pada subtansinya. yang jelas perbedaan kita hanyalah terlentak pada sebuah paradigma, iya paradima yang senantiasa menjadikan kita begitu asing, begitu tak benar-benar mengenal apa arti sebuah kehidupan.

----------------------

sumber photo
03/03/2015

--------------------------------

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun