[caption id="attachment_352770" align="aligncenter" width="565" caption="sumber foto : image google"][/caption]
Kehidupan adalah hidup. Vitalitas energi yang masih murni, dan Tuhan menciptakan bocah-bocah dengan kreativitas, dengan cinta dan segenap keunikan dalam dirinya. sehingga tiap-tiap ciptaan merupakan keutuhan sempurna, mandiri, orisinal dan tak perlu di perbaiki kembali, semua sudah tersedia tak perlu mencari-cari. Semua ciptaanya langsung tercipta dalam sekali sabda.
Bocah-bocah merupakan potret ketelanjangan alam : terbuka, apa adanya, suci dan mulia, tak tahu basa basi, tipu daya atau kelicikan. Tapi mengapa kita sebagai orang yang lebih dewasa malah merusak mereka, kenikmatan serta kebahagiaanya sedikit demi sedikit tercabut, hingga mereka culas, suka berbohong, licik dan tak kenal kasih sayang.
Kita menghancurkan bakat-bakat alam mereka yang tak terbatas, lembut dan kedalamanya tak teraba oleh akal dan pangrasa kita. Terlihat ironis atas nama mendidik kita sebanarnya. Membusukan, menyianyiakan dan mematikan bakat-bakat unggul mereka. Dengan sikap yang merasa lebih tau, para pendidik, orang tua atau konsultan di bidang bakat dan karier, seolah-olah dengan bangga menyuruh anak begini dan begitu, sambil melarang ini itu. Padahal siapa yang pernah menduga, bahwa hasil didikan selama ini tercermin seolah membatasi dan mengkerdikan atau mengahambat tumbuhnya bakat alam yang megah dan tak terukur? Kita lebih asik menikmati kurungan diri dalam kepicikan dan menutup mata terhadap luasnya kesempatan yang sudah di tabur Tuhan keseluruh alam.
Siapa yang mengira si idiot murid culun yang tak tampak istimewa sama sekali, tak punya ranking dan biasa-biasa saja ternyata kemudian menjadi seorang albert einstein yang menggoncangkan kehebohan dunia ilmu? Tidak malu atau belum cukup tertamparkan pendidikan di muka bumi, sehingga sampai sekarang bocah-bocah masih tetap di kotak-kotakan bakatnya, di ranking kemampunya atau kasarnya para penghancur kreativitas. Seperti selera rendahan para pengelola televisi yang lebih menilai tinggi rangking dan pantat penyanyi dangdut ngebor ketimbang dunia bocah yang siapa tau bisa memberesi dunia yang ruwet ini ?
Saya kira bocah-bocah yang ada di sekitar kita memang satu teka-teki, barang kali Tuhan mengirimkan mereka sebagai bagian misteri alam semesta. Tapi mengapa terkadang kita tidak menganggap mereka bagian dari keajaiban alam ? mengapa hanya borobudur yang di anggap ajaib?
Bocah-bocah tampak lugu , lucu, manis dan polos apa adanya, belum terinfeksi oleh racun materialistis sehingga kehidupan mereak benar-benar hidup dan menyenangkan. Tapi pernah kah sesekali kita bertanya kepada mereka apakah mereka bahagia dan ceria bersama kita ?
Pernahkah seorang guru bertanya kepada mereka bagaimana cara belajar untuk menumbuhkan bakat mereka, agar tidak berat sebalah dan menjerumuskan si bocah ?
Mengapa sistem di persekolahan membuat bill gates drop out, padahal ia ternyata cerdas, kreatif dan sangat peka dalam membaca gelagat alam. Sehingga mampu menjadikan dirinya terkaya di planet ini ? tak kehilangan mukakah guru hari ini, para perancang sistem pendidikan. Bahwa sistem yang di rancangnya bertolak belakang dengan bakat bocah-bocah.
Saya kira di dunia ini hanya sidikit jumlah anak yang bahagia, selebihnya mereka terpasung dalam keterbatasan ruang gerak. Apalagi di indonesia orang-orang dewasanya egois, lebih memilih jalan individualis, mementingkan perut sendiri dan merancang kota hanya demi kepentingan sediri. mengelola Televisi dan radio tanpa menimbang kepentingan anak, sehingga level kecerdasan anak menurun, mental menjadi drop akibat tayangan-tayangan televisi yang kerap tidak mendidik.
Di balik keluguan dan kepolosan bocah-bocah tersimpan harapan yang tinggi, cita-cita yang luar biasa serta mimpi yang besar. Ia butuh kawan untuk bercakap, tempat untuk mencurahkan segala perasaanya, tempat untuk mengembangkan prestasi yang mereka peroleh di luar rumah. Di sinilah peran orang tua sesungguhnya bertanggung jawab penuh atas hadirnya bocah-bocah di muka bumi.