Mohon tunggu...
Gatra Maulana
Gatra Maulana Mohon Tunggu... lainnya -

warga semesta yang sekedar ikut etika setempat

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kemiskinan Tidak Diciptakan oleh Kaum Miskin Sendiri

26 Juli 2015   14:53 Diperbarui: 26 Juli 2015   17:58 1285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - Kemiskinan di pinggir Kota Jakarta (KOMPAS/AGUS SUSANTO)

Dari hari ke hari, masalah selalu saja ada, masalah tak pandang bulu, ia bekerja secara profesional tak peduli mau laki-laki-perempuan kaya-miskin pejabat maupun yang melarat semuanya tetap pada jalur lingkaran masalah, semuanya pasti merasakan pahitnya bagaimana menjilat masalah dan di mana pun tinggal di situ pasti ada masalah. Toh namanya juga hidup dan hidup adalah masalah.

Menciptakan masalah adalah sama halnya menyiram api dengan bensin, tentunya api tersebut akan semakin besar bahkan dapat melukai diri sendiri maupun orang lain. Namun pertanyaannya adalah apakah masalah itu dengan sendirinya datang atau memang sengaja diciptakan oleh manusia itu sendiri?

Ada yang menyebutkan masalah itu dapat menjadikan kita dewasa, ada pula yang mengatakan masalah itu adalah proses kehidupan. Memang benar, suatu masalah selalu menemui jalan keluar, namun solusi yang dicari kadang tak selaras dengan masalah yang ada, akibatnya sebagian banyak orang mengalami kekecewaan-depresi bahkan stres yang mendalam akibat suatu masalah. Jika masalah sifatnya privasi mungkin setiap orang punya metode-solusi masing-masing untuk menyelesaikannya sendiri. Tapi bagaimana dengan MASALAH SOSIAL. Apakah masalah sosial datang secara kebetulan atau memang sengaja ada yang menciptakan? 

Masalah sosial banyak jenis variannya, namun yang lebih mendominasi sampai hari ini adalah MASALAH KEMISKINAN, penduduk negara ini masih dilanda kemiskinan. Wajah kemiskinan masih bertebaran di mana-mana; anak-anak hidup di jalanan, meminta-minta, orang tua yang tak punya biaya untuk menyekolahkan anak-anaknya dan masih banyak lagi yang hidup dalam penderitaan, penyakit, tunawisma, pencemaran dan kebodohan. Sayangnya begitu banyak dari kita yang menutup mata, seoalh-olah tak melihat, tak mendengar bahkan yang tidak tahu sengaja tak mencari tahu. Bank konvensional yang sengaja dibuat saya kira dapat membantu mereka yang miskin (kaum miskin), tapi pada kenyataannya hanyalah sebuah bank yang hanya memihak dan hanya mau meminjamkan modal (finace) kepada mereka yang berpendapatan tinggi. Bagi kaum miskin, itu hanyalah mimpi bisa mendapatkan pinjaman uang dari bank. Sebab, kaum miskin tak mampu memenuhi semua syarat dan ketentuannya karena jaminan yang dimiliki bagitu kecil. Sehingga bank konvensional mewanti-wanti akan mengalami kerugian hanya karena asumsi dangkal; mengira bahwa kaum miskin tak mampu membayar hutang.

Lalu tujuan mendirikan bank konvensional untuk apa, jika hanya memihak pada kaum kaya, nampak jelas bahwa hal demikian akan membuat yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin semakin tenggelam. Potret realitas demkian semakin yakin bahwa kemiskinan tidak diciptakan oleh kaum miskin sendiri. Makin lama kita berada di tengah-tengah kaum miskin. Makin besar keyakinan kita bahwa kemiskinan bukan akibat ketidakmampuan mereka, tetapi sistem yang mendatangkan wajah-wajah kemiskinan. Kemiskinan diciptakan oleh sistem yang mereka bangun, oleh lembaga-lembaga rakus yang telah mereka rancang.

Tak perlu rumit-rumit membuat analisa hebat tentang kenapa kemiskinan semakin hari semakin berkembang atau tak perlu menyebut/memaki pemerintah karena sumber kemiskinan akibat kebijakan yang belum merata. Sederahananya kita tak pernah membuka mata hati, mendengar dan mengamati dengan teliti. Bahwa KETIDAKPEDULIAN itulah yang menjadi musuh kita bersama. Ketidakpedulian yang dianggap biasa, dampaknya melebar ke mana-mana. Bahkan ketidakpedulian seiring berjalan menebarkan racun bagi generasi-generasi pendatang.

Orang-orang ramai menyebut pemerintah sebagai dalang kemiskinan bangsa, pengamat yang kerjaannya hanya main menghakimi tak ada pengaruh apa-apa bagi kesejahteraan kaum miskin, gedung parlemen yang berisikan wajah-wajah tak berdosa hanyalah suara dengkuran yang terdengar jelas di gendang telinga. Sikap ketergantungan inilah yang membuat perubahan hanya sekedar wacana, tanpa ada perubahan nyata. Yang kita perlukan hanyalah aksi kecil yang mandiri untuk membantu mereka, membantu yang dekat di sekitar kita. Sebab sekecil kepedulian pun akan membuat mereka meringankan beban hidupnya.

Ketika sebuah krisis berada di titik terendah, krisis dapat memberikan peluang besar sekali. Ketika segala sesuatu runtuh berantakan, kita dapat merancang ulang, mencetak ulang dan membangun ulang. Setiap orang diciptakan di dunia ini dengan perlengkapan penuh, tidak hanya mengurus perut sendiri, tetapi juga memberikan sumbangan kepada kesejahteraan bangsa bahkan dunia secara keseluruhan. 

Kaum miskin tidak salah, tetapi masyarakat (kita) tidak pernah memberi mereka lingkungan yang tepat untuk tumbuh. Yang kita perlukan untuk membuat penduduk miskin terbebaskan dari kemiskinan adalah menciptakan sebuah lingkungan yang memungkinkan mereka berkembang dengan baik. Begitu mereka mampu memanfaatkan potensi, energi dan kreativitas mereka, kemiskinan akan segera terbebaskan.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun