Mohon tunggu...
Gatra Maulana
Gatra Maulana Mohon Tunggu... lainnya -

warga semesta yang sekedar ikut etika setempat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Perempuan yang Tidak Berdandan, Bukan Perempuan?

10 Maret 2015   13:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:53 2136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan merupakan mahkota terindah yang tercipta untuk melengkapi isi bumi, untuk menghidupkan segala pernak-pernik yang ada di bumi, perempuan senantiasa mewarnai dan menanamkan segala benih-benih kecintaan untuk dirasakan oleh setiap lelaki. Dengan adanya perempuan, dunia menjadi hidup, dunia menjadi tak kehilangan arah, semuanya terhidupi dengan hanya satu nafas. sebab sebagaimana adanya perempuan ingin selalu diakui keberadaanya, haus dalam sanjungan dan kasih sayang.

Perempuan bukanlah makhluk yang dengan mudah dimengerti, tatkala ia sedang jatuh dalam kesedihan atau mengalami suatu persoalan yang cukup besar, biasanya perempuan memilih untuk bermain oportunis yaitu memilih jalan kedalam yaitu ruang kamar dimana ia lebih suka menjatuhkan air matanya ketimbang harus mengemis meminta bantuan. Tetapi itulah perempuan yang saya amati hari ini, meski kadang lelah juga mengahadapinya, entah maunya apa, maunya bagaimana, entah pula disadari atau tidak saya sebagai laki-laki yang cenderung menggunakan logika dalam menghadapinya, rupanya percuma juga jika saya terus-terusan membuat pembenaran. jika hal demikian terus dilakukan, sekuat apapun saya mengklaim kemenangan akan mudah pincang, itu hanya akan melumpuhkan nalar.

Tetapi bukan soal sikologi wanita yang ingin saya perbincangkan, melainkan rutinitas perempuan zaman sekarang yang konon bentuk kedewasaanya akan terlihat jika sudah bisa berdandan, bahkan ada yang menyebutkan "namanya bukan perempuan kalo tidak berdandan" benarkah ??

Bukan maksud untuk mengorek-ngorek eksistensi perempuan, tetapi saya yakin setiap orang punya pandangan berbeda tentang perempuan, begitupun dengan saya, hanya ingin melakukan sebuah pengakuan barangkali, bisa dipahami oleh pembaca.

Berangkat dari sebuah pengamatan subyektif tentang perempuan, entah kenapa hari demi hari saya semakin heran dengan perempuan zaman sekarang. Perempuan yang saya anggap sebagai perhiasan dunia, kini perlahan tertutup keindahanya hanya karena ia lebih suka menggunakan topeng yang menganggap dirinya lebih cantik ketimbang wajah aslinya. topeng yang saya maksud sudah tidak asing lagi yaitu sebuah "kosmetik" yang kini menjadi sebuah slogan unggulan yang sangat menguntungkan bagi indutri kecantikan. memang benar bahwa sebuah kosmetik bisa menyulap wajah perempuan menjadi cantik, bahkan yang jelekpun penasaran ingin mencicipinya agar bisa tampil cantik di hadapan teman-temanya. tetapi pada sisi lain saya melihat kecantikanya semakin lama semakin pudar, akibat terlalu berlebihan memoles wajahnya dengan debu kosmetik ditambah pula alis buatan yang begitu hitam tebal dan dibarengi lipstik yang merah merona, saya rasa ini akan menghilangkan sisi alami kecantikan perempuan. Tidak ada alasan kuat untuk tidak tampil cantik dihadapan publik, bukan hanya diluar bahkan sebelum tidur senantiasa tak lupa memoles wajahnya agar dalam petualangan mimpinya tetap tampil cantik, konyol bukan.

Menjadi cantik adalah identitas (eksistensi) tersendiri bagi perempuan. Sedihnya, cantik disini adalah cantik yang dikendalikan pasar. media yang menuntun mereka bagaimana cara berdandan, bagaimana cara menjadi cantik, bagaimana cara menarik lawan jenis, Jelas disini perempuan mengalami krisis identitas, sebuah budaya citra yang sebegitu mengakar juga menghancurkan tak pernah disadari bahwa budaya tersebut sudah melekat pada jiwa perempuan, bahkan ketika semua perempuan lebih mendominasi dandananya ketimbang otaknya, pelan-pelan akan meningkatkan populasi laki-laki yang lebih suka berdandan daripada berfikir.

Perempuan yang tidak suka berdandan bukan berarti,  bukan lagi perempuan. justru karena ia sadar bahwa Tuhan sudah menciptakan wajah dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kenapa harus menutupiya dengan topeng yang kerap membuat sesak nafas dan merasa gelisah ketika topeng itu tidak dipakainya. Sementara pada sisi lain saya melihat, proses rasa bersyukur mulai luntur, ia seakan tidak mengenali dirinya sebagai perempuan utuh, ia kehilangan sebuah kebebasan akibat kebiasaan yang cenderung menonjolkan citranya demi memuaskan hasrat.

Bukankah lebih baik menjalankan sesuatu karna tau esensinya terlebih dahulu? Bukankah lebih baik mengetahui cantik ala diri sendiri terlebih dahulu? Maka kenalilah diri sendiri agar tidak terjebak dalam pengaruh budaya yang akan menghancurkan sisi esensi dalam diri perempuan.

-------------------------

sumber photo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun