Mohon tunggu...
Gatra Maulana
Gatra Maulana Mohon Tunggu... lainnya -

warga semesta yang sekedar ikut etika setempat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Drama Tuhan

23 Februari 2015   01:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:42 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1424601999685575375

[caption id="attachment_370170" align="aligncenter" width="600" caption="foto : document pribadi"][/caption]

Selain andrenalin yang pacu dan meningkat dari rasa ingin tahu, rupanya ada semacam energi kompleks yang jika ditilik semakin menarik, tapi keunikan energi tersebut membuat rumit ibarat permainan puzzel sederhana tapi bikin pusing kepala. Tak heran jika akhir-akhir ini, kehidupan bergerak menuju arah yang lebih menantang. Usia sedini terasa sekedip mata, begitu cepatnya waktu berlari kencang, semua dilahap pada porsi yang lebih tinggi, Mencekal, memaki bahkan menjerat siapa saja yang tidak mau sedikit akrab denganya.

Dari kemampuan berfikir teramat jauh untuk membongkar teka-teki atau misteri kehidupan ini. Sementara kapasitas otak ini tak mumpuni bergerak melawan semua tanya. Meski ajaran kritis merupakan bagian dari metode dasar agar membantu sebagian keraguan yang kadang membentur batin menuju keyakinan yang lebih utuh. pun kalo di antara manusia ini masih punya secuil niat untuk menyebrangi jembatan panjang sekedar menemui jawab, pun kalo tidak ? atau sudah merasa pintar dan benar? disinilah titik tergelap kehidupan manusia,  dimana ia selamanya akan mengambang pada pemahaman yang dangkal. Dan penyesalan dimulai ketika tak ada lagi nafas yang tersisa.

Kadang aku merindui jalan pulang, tempat dimana di antara mereka yang punya kepala tenang, jalan hidup yang aman, punya kebebasan tanpa harus pikir-pikir atau menimbang-nimbang apakah kebebasan, keamanan mereka merupakan puncak dari penjuru keselamatan ?

Mencoba keluar dari comfort zone adalah keanehan tersendiri, ketika para robot-robot berdaging sering kali mengajak, berkeliling ke wilayah aman, bermain pernak-pernik perhiasan dunia, seperti, kedudukan, jabatan, kekuasaan, harta dan wanita. Tapi tetap saja batinku menolak semuanya, meski mereka dianggap sebagai kalangan tinggi dan bisa dihargai, dihormati semua orang, justru merekalah sang pemilik jiwa kesepian. Jiwanya teramat gelap, bahkan untuk meneranginya pun tak cukup hanya dengan cahaya bulan, butuh cahaya ilahi agar mereka dapat melihat realita kehidupanya.

Dengan sembunyi-sembunyi merefleksi diri dan berusaha melarikan diri dari kejahatan-kejahatan berkedok yang kerap menutup kejujuran nurani, meski kadang jatuh bangun karena godaan demi godaan, tapi inilah realita kehidupan sekarang, dimana iman manusia di ujung tanduk hampir punah akibat keserakahan yang tiada henti. mereka sudah lupa jalan pulang menuju fitrahnya, lupa akan tujuan hidupnya dan lupa segala-galanya, yang diingat hanyalah keselamatan dirinya dan rela menenggelamkan kesucian moralnya demi uang.

Selain itu pula sadar tidak semua pertanyaan menemui jawab, tapi sebagian proses ini mengajariku bahwa : pengakuan, kejujuran adalah pembuktian awal. Memang terasa penat jika lama-lama berdiam disini, mengambang pada lautan bergelombang entah sampai kapan sebuah ombak akan menyeretku kepada daratan. Semakin banyak pemahaman baru, semakin banyak pula pertanyaan yang belum sempat terjawab, menggiringku saya pada kutub belenggu, hampir usang seperti kain perca yang sia-sia.

Berbagai masalah datang secara tiba-tiba, tak di udang ia datang, tak diantar ia ingin pulang sendiri, kadang ia betah sekali berlama-lama disini, mengendap di kepala hingga ia bermain-main di hati. meski demikian kadang sukar, tapi apalah daya, barangkali, ini hanyalah sebuah drama Tuhan yang aku tak kuasa untuk melawan.

--------------------------------------------------------

Semangat hidup yang tak terkalahkan serta dedikasi yang utuh untuk menjawab tantangan walau sepotong jiwa kian melayang atau seisi bumi kian memusihi, pahamilah setiap deretan kata-kata yang bergetar, setiap hati yang menjerit, dan fikiran yang membrontak. dengan berdirinya tirani hati yang gemilang, jemputlah cahaya kesadaran itu pada langit keruh, ia adalah sesuatu kesejukan bagi dahagamu, untuk perkara tanda tanya yang kadang membosankan.

--------------------------------------

SALAM KOMPASIANA

22/02/2015

---------------------------------------------

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun