Mohon tunggu...
Jontra Sihite
Jontra Sihite Mohon Tunggu... wiraswasta -

Putra PakPak SimSim, Alumni Tamansiswa Yogyakarta. Mari Berdialog Bersama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ospek: Mendidik Mahasiswa dengan Pergerakan & Perlawanan

7 September 2013   17:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:13 1943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

OSPEK; MENDIDIK MAHASISWA DENGAN PERGERAKAN & PERLAWANAN

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun rumah dan merampas tanah
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun jalan raya dan pagar besi
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang dirontokkan di bumi kami sendiri
Jika kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!
Dalam keyakinan kami
Di manapun tirani harus tumbang!

(Bunga & Tembok;Whiji Thukul)

Puisi  diatas saya dapatkan ketika mengikuti materi ospek tentang organisasi, tepatnya 10 tahun yang lalu. Dibenak saya pada saat itu ospek adalah ajang perkenalan antar mahasiswa baru, games, dan pengenalan kampus ada perasaan senang namun sekaligus takut dan cemas mendengar istilah perpoloncoan yang berarti adalah ajang balas dendam para senior terhadap junior dengan segudang persyaratan, aturan dan tugas yang harus dipenuhi dengan jadwal yang begitu padat.

“Ingat, kalian bukanlah siswa SMU lagi kalian adalah mahasiswa, jangan samakan itu , saat ini adalah proses transisi bagi kalian, belajar yang baik dan patuhi aturan biar kalian berhasil nantinya, ingat orang tua sudah jauh-jauh menyekolahkan kalian, jangan sia-sia kan kesempatan seperti ini”. Itulah kalimat-kalimat yang tidak asing ditelinga kami pada saat proses penyelenggaraan ospek---tatkala ada ceramah-ceramah dari pejabat kampus maupun saat panitia memahari para peserta ospek.

Namun ketika mendapatkan sebuah materi tentang Organisasi, dimana saat itu temanya adalah “antara kuliah dan organisasi” dan puisi Wijhi Tukhul ini dibacakan, disinilah awal pengenalan kami tentang apa itu pergerakan dan perlawanan. Dengan lantang sipemateri berkata, kalian hanyalah segelintir orang yang beruntung, ditengah jutaan orang lainnya tidak bisa kuliah karena ketidakadaan biaya, apakah kalian kerjanya kemudian hanya kuliah, kuliah, kuliah, kerjain tugas, perpus, pulang, main-main dan kemudian pacaran saja”???.Ia berkata lagi, Lihat hari ini upah buruh kita masih rendah sementara harga bahan pokok membumbung tinggi, konflik antar pemuda, pengangguran, kisruh partai politk dan banyak lagi persoalan rakyat lainnya. Kepada siapakah kemudian para petani, nelayan, tukang becak, tukang sayur, supir ompreng mengadukan nasibnya. Sementara pemerintah hanya bisa berjanji dan sebatas lips service saja.

Jadi mahasiswa adalah amanat penderitaan rakyat, dipundak mahasiswalah perubahan akan nasib rakyat bisa tercapai. Tentunya sebagai mahasiswa baru atas pemaparan kakak senior tersebut, ada kemarahan yang begitu besar terhadap pemerintah dan sikap heroisme pun muncul, bahwa kami haruslah berorganisasi akan saya rubah keadaan yang menyengsarakan Rakyat, begitulah kira-kira yang bergejolak di dada. Sipemateri kemudian menjelaskan sejarah gerakan mahasiswa& pemuda yang turut serta berperan dalam sejarah bangsa, revolusi pendidikan, dan manajemen aksi (cara-cara berdemonstrasi) yang tentunya semakin memantapkan kami untuk segera menceburkan diri dalam berorganisasi. Dan yang paling membuat kami Takut sekaligus Memberanikan ketika diadakan simulasi aksi ke jalan dan kekantor DPRD, tentunya itu terjadi berkat kepiawaian pemateri dan teamnya dalam mempengaruhi psikologis mahasiswa baru, untuk tetap terjaga mental perlawanannya

Namun  pada faktanya setelah proses kuliah berjalan, hanya sedikit mahasiswa yang disebut Aktivis itu mampu bersikap ideal dan mampu menyeimbangkan antara organisasi dan kuliah, banyak yang layu sebelum berkembang, berhenti ditengah jalan karena disorientasi, tekanan orang tua, pacar dan keterbatasan ekonomi,  bahkan ada juga yang kemudian bersikap apatis terhadap organisasi karena IPK hancur.

Empat tahun kemudian, kami yang dulunya mahasiswa baru tersebut, banyak yang sudah lulus, tentunya bagi yang memfokus diri  kuliah (minim organisasi) adalah mahasiswa yang paling cepat wisuda dengan IPK Cumlaude, tapi ada juga mahasiswa yang kerjanya kuliah saja tanpa organisasi namun lama wisudanya, bahkan ada mahasiswa dengan tipe seperti itu akhirnya gagal kuliahnya. Disisi lain mahasiswa yang memfokuskan dirinya berorganisasi memang jarang yang cepat wisudanya, namun ada juga yang cepat wisudanya sama cepatnya dengan mahasiswa yang kerjanya hanya kuliah saja. Kenapa bisa seperti itu????

Nah, disinilah bagi saya, organisasi tidak bisa dikambinghitamkan sebagai penyebab lamanya mahasiswa lulus, semuanya berpulang kepada simahasiswa dan fokusnya. Tapi tentunya, model ospek 10 tahun yang lalu harusnya dikontekstualkan dengan kondisi saat ini, bahwa masuk organisasi dikampus  tidaklah harus diarahkan terhadap organ intra maupun organ extra kampus, biarlah mahasiswa baru itu menentukan sendiri fokus organisasinya.Yang terpenting para calon penerus bangsa tersebut mampu menjalankan fungsi sejarahnya, yaitu tanggungjawab menentukanfakta masa lampau,untuk mengidentifikasi pilihannya padamasa kinidan memberikan arahankemungkinan nyatabagi masa depan bangsa ini.

Yogyakarta 7 September 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun