Mohon tunggu...
Jefri Hidayat
Jefri Hidayat Mohon Tunggu... Saya bermukim di Padang, Sumbar. Hobi menulis.

domisili di Sumbar, lajang, 30 tahun. Twitter @jefrineger

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kudeta Gagal dan Agung Pun Semakin Terpental

2 Desember 2014   15:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:15 1757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rusuh di Kantor DPP Golkar pekan lalu diikuti dengan pembekuan kepemimpinan Aburizal Bakrie serasa partai warisan Orde Baru itu di ambang kehancuran. Apalagi, ditambah dengan bumbu pemberitaan media yang memang sebagian besar tidak menyukai Ical membuat Golkar seperti kiamat. Namun hanya berlangsung hitungan hari saja, loyalitas kader dan solidnya pendukung membuat posisi Ical tetap aman dan Munas yang jadi pokok persoalan tetap berlangsung di Bali.

Sampai hari ini tidak terdengar lagi berita-berita pelengseran Ican dan Idrus Marham dari kursi ketua dan sekretaris Golkar. Topik pemberitaan telah bergeser yang katanya Munas telah direkayasa oleh kubu konglomerat papan atas itu.

Pihak oposisi yang dipelopori oleh Agung Laksono masih bersuara kritis terhadap berlangsungnya Munas. Termasuk juga Priyo Budi Santoso, Yoris Raweyai dan rekan-rekan yang sebelumnya sempat mendirikan Dewan Presidium. Namun pemilik suara seperti DPD tingkat 1 dan tingkat II tidak mengakui. Malah, kader di akar rumput itu yang masih menginginkan Ical tetap memimpin partai berlambang pohon beringin tersebut.

Manuver yang dimotori sejumlah Caketum itu berakhir blunder. Kudeta hanya berjalan hitungan hari dengan antikilmaks alias gagal. Di sinilah kecerobohan Agung cs, alih-alih mendapatkan dukungan kader, malah mendapat respon sebaliknya; pemilik suara sah Golkar menghendaki Agung dan kawan-kawan dicopot jadi kader.

Pernah Jadi Ketua DPR dan Menteri Tidak Membuat Agung Menjadi Negarawan.

Tidak mendapat dukungan dan menolak penyelenggaraan Munas Agung cs tetap pergi ke Bali. Meski tidak menghadiri agenda pemilihan Ketum Golkar itu dan beralasan ada acara keluarga namun bagi kita mengisyaratkan bahwa Mantan Ketua DPR itu telah menyerah dan takluk nurut terhadap hasil Rapimnas sebelumnya yang berlangsung di Jogjakarta. Begitu juga dengan Priyo, Yoris dan pihak-pihak yang berposisi berseberangan dengan Golkar.

Jika memang berminat menjadi ketua Golkar kenapa Agung Laksono tidak menyiapkan diri jauh hari. Padahal kita tahu 10 tahun terakhir Agung menempati posisi strategis di pemerintahan. Periode 2004-2009 dia menjabat sebagai ketua DPR. Lima tahun berikutnya menjadi menteri di pemerintahan SBY-Boediono.

Jabatan sentral itu seharusnya dimanfaatkan Agung untuk kian rajin turun ke daerah, menyambangi dan bersilaturahim dengan kader-kader di akar rumput. Sehingga, ketokohan Agung kian mengakar ke tingkat bawah, padahal di partai ia juga menjabat sebagai wakil ketua umum. Tapi itu semua tidak dilakukan politisi senior Golkar ini. Andaikan Agung mempersiapkan diri jauh mungkin tidak akan mempermasalahkan penyelenggaraan Munas, diagendakan kapan pun dia telah siap.

Protes Agung Laksono dkk terhadap penyelenggaraan Munas hanya karena sebagai calon ketua belum mempersiapkan diri secara matang. Andaikan punya persiapan matang, mau curang apa pun tidak yang dilakukan kubu Ical mungkin para calon ketum lain tidak akan mempermasalahkan karena mereka sudah punya pendukung loyal, jaringan dan tentunya fulus.

Seharusnya Agung atau siapa pun yang ingin jadi Ketum Golkar belajar dari kekalahan Surya Paloh di Pekan Baru lima tahun lalu. Padahal saat itu ketum Nasdem tersebut telah mempersiapkan diri semaksimal mungkin. Mulai dari mengajak pemilik suara terlebih dahulu ke Bali plus mendapat dukungan dari para elite partai beringin itu. Tapi apa boleh buat Ical terlalu lincah dan pintar.

Di Detik.com saya baca semangat Agung merebut posisi ketum dari Ical adalah ingin membawa Golkar ke pangkuan Jokowi-JK alias merapat kekuasaan, sebagaimana tradisi Golkar dua periode sebelumnya. Padahal jika kita melihat secara utuh di bawah kepemimpinan Ical inilah untuk pertama kalinya Golkar itu tidak haus kekuasaan. Kebijakan ini tentu sangat bagus bagi Golkar yang selalu menyusu di ketiak penguasa.

Jadi kengototan Agung ingin merebut posisi ketum dapat disimpulkan bahwa mantan menkokesra itu ingin kembali mendapat jabatan alias kekuasaan. Mungkin dalam pikiran Agung hanyalah kekuasaan dan kekuasaan lantaran dua periode sebelumnya selalu mendapatkan posisi enak. Seharusnya Agung bersikap kenegarawanan dan memberi contoh baik bagi juniornya di Golkar tapi mungkin karena provokasi-provokasi dari banyak pihak tentunya rival KMP akhirnya Agung terbawa arus. (dirangkum dari berbagai sumber)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun