Mohon tunggu...
Jansori Andesta
Jansori Andesta Mohon Tunggu... Wiraswasta - aku anak ketiga dari pasangan hazairin dan sawati. dari tahun 2005 aku mulai menyukai puisi (baca n tulis puisi). dan saat ini menulis adalah pilihanku.

aku anak ketiga dari pasangan hazairin dan sawati. dari tahun 2005 aku mulai menyukai puisi (baca n tulis puisi). dan saat ini menulis adalah pilihanku.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kurasa Zaman Benar Telah Bertukar

23 Juli 2016   06:36 Diperbarui: 23 Juli 2016   08:10 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

kurasa zaman benar telah bertukar
nyata tak dapat diingkar walau sebatas kelakar

segala subur juga segala teduh menghibur
kini nyaris habis tergusur
dan mata sungai yang selayaknya jernih memancar
hanya ada semburkan bau amis lumpur
menjelma kubangan pupur
bagong-bagong modernisasi harap kesohor
yang dikerlip cahaya malam
membusung buncit dengan kaki selonjor
tak henti-henti tinggikan dengkur
menebar nafas-nafas panas beraroma kotor

musang-musang berwajah ganda kian lincah berkilah
kian asyik bersandiwara dan bersilat lidah
dengan semboyan-semboyan hampa:
demi pembangunan dan pemerataan daerah
demi kepentingan bersama
demi kesejahteraan rakyat semua
tanpa pandang siapa dan dimana jua
demi kemajuan bangsa
demi kebanggaan yang entah di mata dunia
demi dan demi yang tak sudah-sudah

lahan-lahan kebun dan sawah perlahan terus digerus
dipoles lapis-lapis beton hadirkan tandus
panas pijakan mengancam tapak-tapak kaki terbakar hangus
tiada lain tiada bukan sebagai permainan akal-akal bulus
yang hanya dan hanya mengejar bulus
tanpa peduli pada wajah-wajah
yang kini hanya bisa gelisah dengan harapan pupus

asap-asap hitam
limbah-limbah hitam
menjadi warna kebersamaan yang kian padam
menjadi pengubur kesahajaan alam yang silam
pekat dan semakin pekat
dengan bau busuk yang enggan berpendam
menyebar ada hingga ke rongga nafas menghujam
nafas yang semakin kehilangan salam
dan diam-diam diselimuti segala rasa dendam
yang entah bila akan menyentak
dengan nada-nada amarah
serupa gemuruh debur ombak di pantai karam

ya, kurasa zaman benar telah bertukar
nyata tak dapat diingkar walau sebatas kelakar

Bengkulu, 23 Juli 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun