palu-palu penghakiman yang selalu diketuk atas nama keadilan
lama sudah dirasa nyaris tak lagi terdengar ramah
dengan nada yang sumbang
menyimpang jauh dari rasa kemanusiaan
menghantam saja wajah-wajah jelata
hingga jatuh terjengkang hilang segala asa
oh, sayang disayang
segala titah pemegang kebijakan tinta-tinta
kini tiada ubah berdiri di depan cermin-cermin kaca
retak dan tak lagi rata, pula
berpijak dan berpegang pada tiang neraca yang patah
hingga tak lagi sama akal nalar, nurani, gerak langkah, dan bicara
hingga tak lagi terbaca mana benar dan mana salah
hingga tak lagi imbang antara hak dan keajiban yang ada
dan kini bait-bait yang tumbuh dan merekah
dari lembah-lembah ketidakpuasan dan ketidakberdayaan
dinilai tiada lebih hanya serakan-serakan sampah
atau jalaran gulma yang menghalang ambisi keserakahan nafsu meraja
dan harus dibasmi dengan segera
dengan dalih yang sama: pembangunan untuk kesejahteraan bersama
dan kini cukong-cukong berwajah dua
yang selalu merongrong dengan topeng keramahannya
asyik tertawa dengan rasa bangga atas kemenangan mereka
sembari menikmati wajah-wajah jelata bengong tak tahu apa
ditinggal begitu saja
wakil-wakil mereka yang tak bisa berbuat apa-apa
sembunyi di balik ketiak sesama mereka
ya, palu-palu penghakiman yang selalu diketuk atas nama keadilan
lama sudah dirasa nyaris tak lagi terdengar ramah
Bengkulu, 04 November 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H