Mohon tunggu...
Jaja Karja
Jaja Karja Mohon Tunggu... -

Salah satu mahasiswa FKIP Bhs. Inggris, yang akan terus dan tetap belajar untuk menulis.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

SULITNYA BERBURU TIKET KERETA API KELAS EKONOMI

1 Juli 2012   06:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:23 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika ditanya pernahkah anda mengantri untuk selembar tiket kereta Api kelas Ekonomi begitu lama? Jawabannya, ya.

Pengalaman ini berawal ketika saya mendapatkan undangan Pelatihan Menulis Just Write Tingkat Nasional yang diadakan oleh salah satu penerbit terkemuka di Jogjakarta selama tiga hari tepatnya tanggal 6,7,dan 8 Juli 2012. Sayapun begitu antusias ketika menerima undangan tersebut. Dengan segera saya merancang jadwal keberangkatan dan kepulangan saya dengan matang. Kebetulan sehari satelah acara tersebut berakhir, sayapun harus segera mempersiapkan diri untuk Ujian Akhir Semester di kampus pagi harinya. Dengan budget yang sengaja saya minimalisir, saya berencana untuk memilih transportasi darat jenis kereta api kelas ekonomi. Syukur – syukur saya dapat uang lebihan untuk dibelikan oleh-oleh nanti.

H-7 keberangkatan, sayapun bergegas menuju stasiun Cirebon Prujakan. Setelah saya mengisi form yang disediakan pihak PT.KAI, Langsung saja saya ke loket pembelian. Namun sayang, tiket kereta api kelas ekonomi sudah habis terjual. Gawaaattt....padahal masih tujuh hari lagi! Memang peraturannya juga seperti itu, Tiket Kereta Api kelas Ekonomi di jual mulai H-7 sebelum jadwal keberangkatan. Setelah saya tanyakan pada petugasnya, ternyata tiket kelas ekonomi terjual hanya dalam waktu 45 menit saja. Woow...laris manis rupanya.

Akhirnya sayapun harus rela mengeluarkan seluruh isi dompet saya untuk mendapatkan Tiket Kereta kelas bisnis. Toh saya masih bisa membeli tiket murah untuk jadwal kepulangan saya nanti, dan itu berarti saya harus mengantri lebih pagi lagi untuk besok lusa nanti. Masih tetap berharap mendapat jatah tiket murah Kereta Api Progo jurusan Lempuyangan – Cirebon Prujakan, sayapun bergegas meninggalkan rumah menuju stasiun pukul 05.00 pagi. Maklum perjalanan dari rumah saya menuju stasiun memakan waktu 30 menit dengan sepeda motor. Sesampainya saya di stasiun, ternyata sudah terlihat antrian panjang disana. Sayapun bergegas ikut mengantri paling belakang. Terdapat dua antrian disana, satu untuk Kereta Komersial (Bisnis, eksekutif, Ekonomi-AC) dan satunya lagi antrian tempat saya berdiri bersama para calon penumpang tiket termurah. 30 menit pertama ,terlihat antrian di barisan saya tak juga bergeming, sementara antrian sebelah begitu cepatnya mereka bergerak maju. “Sebetulnya masalahnya apa sih!” pikirku sedikit kesal. Apa mungkin petugas loket di sana lamban bekerja, kenapa tak diganti saja!pikiran saya mulai kacau. Satu jam berlalu akhirnya saya berada di tengah antrian, kaki sudah terasa cenat – cenut dan perutpun sudah mulai berontak. Pantas saja, saya memang belum sempat sarapan pagi tadi.

Saya lihat seorang Ibu sekitar 45 tahunan begitu lama berada di depan loket pembayaran. Sedang apa dia! Sampai saya bosan terus melirik jam tangn saya berkali – kali. Dia sama sekali tak beranjak dari tempatnya. Itu juga membuat beberapa orang yang mengantri terdengar mengeluh, termasuk saya yang sedari tadi ngedumel sendiri dalam hati. Setelah saya hitung waktu yang telah dihabiskan ibu itu di depan loket pembayaran, ternyata dia memakan waktu 30 menit untuk mengurus pembelian tiket kereta kelas ekonominya. Kini terlihat oleh saya dia tengah menggenggam tiket kereta sebanyak delapan lembar. Pantas saja dia betah disana. Eeitt....tunggu dulu, bukannya batas pembelian kereta Cuma empat tiket per orang! Lalu kenapa ibu itu membelinya bisa sampai delapan tiket. Sungguh mencurigakan! Satu persatu barisan depan pun berkurang. Tinggal lima orang lagi di depan saya. Rasa lapar saya semakin menjadi. Namun saya tak mungkin meninggalkan antrian. Bisa – bisa saya harus kembali keurutan belakang dan menghabiskan waktu berjam – jam lagi.

eh..eh..ehhh...ibu yang berdandan menor tadi balik lagi dengan menerobos antrian dari depan. Kurang ajar pikir saya dalam hati. Entah mau apa ibu itu kembali berceloteh dengan petugas loket pembelian tiket lagi. Yang jelas kini dia kembali menguras waktu saya selama 15 menit. Membuat saya semakin dongkol saja saya melihatnya. Astaga, apa yang saya lihat benar – benar tidak dapat dipercaya. Kini dia menggemgam empat tiket baru yang baru saja diberikan petugas loket. Sebetulnya siapa sih Ibu berbibir merah tebal dan berkacamata capung ini? Begitu mudahnya dia membeli tiket tanpa batasan. Apakah dia itu calo legal yang diakui oleh para oknum PT.KAI?lho bukannya dalam berita sudah ada upaya pemberantasan calo di stasiun.

Sayapun kembali membangkitkan kesabaran saya yang sudah begitu lama berdiri di antrian. Kini tinggal seorang saja berada di depan saya. Mungkin giliran saya sekitar 5 atau 10 menit lagi. Namun ternyata saya salah, ternyata lelaki paruh baya ini sama lamanya dengan ibu – ibu yang telah berhasil membuat saya jengkel. Kulihat dia mengeluarkan beberapa form isian untuk pemesanan tiket. Apa!!!!dia ternyata meu beli tiket sepuluh lembar. Waduh...ini tidak bisa saya maafkan, kesabaran saya sudah habis, kaki sayapun sudah tak kuat lagi untuk berdiri lebih lama. Namun saya tahan emosi saya, bisa – bisa saya jadi bahan tontonan disini. Selain itu dia juga mengeluarkan beberapa lembar photocopy kartu tanda pengenal anggota TNI. Untuk apa itu! Dia sama sekali tidak mirip dengan anggota TNI yang ada di tanda pengenal tersebut. Penampilannyapun sama sekali tidak mirip sebagai anggota TNI. Aneh pikirku, bisa – bisanya pegawai loket itu memberikan tiket kereta kelas ekonomi sebanyak sepuluh lembar dengan nama yang sama di setiap tiketnya, hanya dalam satu kali transaksi. Padahal dengan jelas tulisan dihadapan saya memperingatkan para calon pembeli tiket dilarang membeli tiket lebih dari empat lembar per satu kali transaksi. Akhirnya lelaki itu pergi juga dari hadapan saya, kini giliran saya yang sudah menunggu sekitar 2 ½ jam di antrian menyodorkan form pembelian yang saya tulis tangan sendiri. Petugas wanita itu membaca dengan santainya, kedua kakinya bersila diatas kursi tanpa alas kaki, giginya berkawat behel berwarna ungu dan rambutnya di rebounding karena terlihat begitu kaku di mata saya.

“Maaf mas, tiket yang ini udah abis!” dengan santai dia tersenyum kearah saya yang mulai menyerah. Sungguh keterlaluan jawaban yang telah diberikan petugas itu pada saya. Tak akan lagi saya mengantri di depan loket bertuliskan “Antrian Tiket Kereta Api Kelas Ekonomi.”

Sayapun segera merubah haluan menuju loket Drive Thru dan lekas membayar untuk tiket Kereta Api kelas Ekonomi-AC.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun