Banyak sekali tindakan2 Ahok yang menjadi pusat perhatian media. Mulai suka marah-marah kepada bawahannya sampai bertengkar mulut dengan Menteri Pemuda dan Olah Raga, Roy Suryo. Saya tidak tau apakah cara ini adalah yang terbaik untuk mencapai hasil secara maksimal atau malah menimbulkan friksi-friksi yang tidak perlu dan akhirnya akan menjadi bumerang buat Ahok sendiri. Saya juga tidak tahu apakah cara ini sengaja dipakai Ahok untuk memberikan shock teraphy kepada birokrasi yang dirasakan Ahok sangat lamban dalam mengantisipasi setiap permasalahan yang dihadapi DKI dalam meningkatkan pelayanan kepada publik.
Dua hal yang akhir2 ini yang diributkan Ahok adalah penertiban Taman Monas dari PKL dan parkir liar, sementara yang kedua adalah tukar guling stadion lebak bulus dengan sebuah taman di Jakarta Utara. Dalam hal penertiban taman monas, Ahok sangat sebal bahwa polisi tidak ikut membantu Satpol PP dalam upaya penertiban itu. Malah polisi mengurusi pengaduan dari PKL dengan tuduhan pengeroyokan. Sementara itu, pertengkaran dengan Roy Suryo bermuara kepada masalah lambatnya respon Menteri Suryo dalam menanggapi permintaan DKI untuk mengososngkan stadion lebak bulus, guna keperluan pembangunan MRT.
Ahok sangat senang sekali diliput oleh media. Apakah itu suatu strategi komunikasi untuk memberikan pressure  (tekanan) kepada pihak-pihak lawan agar bertekuk-lutut atau itu suatu cerminan rasa frustrasi Ahok terhadap lambannya birokrasi DKI dan birokrasi dipemerintahan lainnya. Wallahu a'lam.
Disisi lain, kita melihat Ignasius Jonan, yang berkerja serius dan tekun dalam membenahi PT KAI, agar dapat memberikan atau menaikkan servis level dari yang terendah selama bertahun-tahun menjadi perusahaan yang dapat memberikan servis level yang prima kepada masyarakat pengguna jasa transportasi massal.
Kalau dulu turis senang memotret penumpang kereta api yang duduk diatas atap dan manajemen PT KAI, dari waktu kewaktu tidak dapat mengatasi hal tersebut. Dibawah leadership Jonan, tidak ada lagi penumpang yang naik  atap KRL. Sistim pricing tiket KA tidak lagi jauh dekat dengan tarif sama, tapi saat ini dibedakan sesuai dengan  jarak tempuh yang digunakan penumpang. Itu terasa lebih adil.
Track record Jonan, bukan diciptakan semalam seperti kisah Roro Jonggrang, tapi sudah dimulai ketika Jonan ditunjuk untuk membenahi PT Bahana, setelah ambruk ditinggal pergi oleh Sujono Timan, yang sampai sekarang masih buron di Singapura. PT Bahana mengalami perbaikan yang impressif dibawah Jonan, dari rugi triliunan menjadi susut hanya tinggal miliaran. Sebenarnya PT Bahana pada waktu Kepemimpinan Jonan, semestinya sudah untung, tapi pemerintah ngotot tidak mau menghapus bunga pinjaman pemerintah dari rekening RDI (Rekening Dana Investasi) yang terus dihitung 80% pertahun padahal tingkat bunga sudah turun sejak tahun 2000 keatas.
Setelah dari PT Bahana, Jonan kembali ke Citi Group sebagai direktur. Dalam perjalanannya kemudian, beliau dipercaya menjadi direktur utama PT KAI.
Dari model leadership yang melekat pada kedua orang tersebut, terlihat perbedaan dalam pendekatan memecahkan masalah. Yang satu lebih meledak-ledak, sementara yang lain condong tenang tapi serius. Yang mana yang lebih baik, kembali kepada style masing-masing pemimpin. Tapi apapun gaya yang diadopsi oleh seorang pemimpin, bagi kita yang penting adalah efektifitas dalam mencapai tujuan organisasi, yaitu berhasil mencapai target yang telah ditetapkan dengan efisiensi biaya yang optimal.
Mari kita dukung Ahok dan Jonan, demi untuk kehidupan berbangsa yang lebih baik.
AJ.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H