Mohon tunggu...
Irno Sulaiman
Irno Sulaiman Mohon Tunggu... karyawan swasta -

"membangun masa depan dengan mata hati - dilahirkan disebuah desa terpencil, Giliyang Banraas dungkek sumenep madura PULAU OKSIGEN. besar dari penjara suci namanya pp nasa gapura sumenep-madura

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

menjadi Pendidik kreatif

18 Desember 2010   20:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:36 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mewujudkan pendidikan yang humanisasi, salah satunya bisa dilihat dari kemampuan dan kompetensi guru/pendidik mengarahkan dan membimbing anak didik lebih kreatif. Sebagaimana diamantkan Undang-Undang Guru dan Dosen No. 14 tahun 2005 adalah tanda guru profosional, memiliki kompetensi profesional.

Pendidik, dituntut untuk bertanggungjawab kepada siswa selama mengenyam pendidikan. Tidak cukup bergulir konpetensi bidang studi tertentu, bagaimana pun pula guru lebih kreatif melihat fenomina problem siswa yang malas (sering absen dan tidak rajib belajar).

Lalu bagaimana guru menyikapi problem pendidikan yang bekepanjangan. Apakah sebagai guru, hanya menunggu masalah yang harus diatasi? Sebab, tanggung jawabnya adalah mampu menguasai metode pembelajaran secara professional, kreatif dan inopatif.

Melihat kebutuhan anak didik, yang salah satunya mengembalikan guru sebagai “pelayan” mengayomi, memberikan motifasi dan mengarahkan lebih produktif. Tetapi mengaktualisasikan profesinya sehingga siswa merasa dituntut giat belajar.

Persoalannya, guru datang hanya sekedar memberikan tugas pekerjaan rumah (PR). Sementara, ketika guru hanya masuk kemudian memberikan tugas, mengisi absen. Ironisnya dan tuntutan terhadap siswa “rajin” belajar di rumah.

Jika itu terjadi, bagaimana nasip pendidikan kita di indonesia, nasib siswa. Benarka sikap seperti ini layak menyandang predikat sebagai “guru” atau “pendidik”?

Jadi, bukan hanya anak didik dituntut untuk belajar di rumah ”mengerjakan PR”, guru pun harus belajar. Anak didik yang dituntut belajar dan berkualitas, ketika ini terjadi, maka jangan salahkan jika ada anak didik malas belajar, sering bolos (malas belajar). Boleh dikata murid sebagai "celengan" dan guru sebagai "penabung".

Misalnya, apabila bagi guru yang selalu memperhatikan nasip anak asuhnya. Lagi pula, guru yang baik (umpanya) dipidah ke sekolah lain oleh pihak sekolah. Maka tangis dan tetesan air mata siswa dan orang tua siswa mengiringi, karena telah kehilangan orang (pendidik) yang dipercayainya.

Sirikit Syah ketua Klub Guru Jatim, menemukan sebuah data. Portal www.duniaguru.com Desember 2007. lalu jajak pendapat dengan sebuah pertanyaan yang unik, “jika anda seorang guru dan diberi kesempatan untuk ganti profesi maukah anda?”. Terdapat jawaban para guru yang memilih profesi guru (55,8%), sebagai guru mencari tambahan penghasilan (27,9%), ganti profesi (15,4%), bingung (1%).

Dari jajak pendapat di atas, masih 80% memilih menjadi ingin tetap pada posisi profesinya. Tentu ini membuat angin segar terhadap dunia pendidikan. Karena, selama ini sulit kita menemukan dan merasa bosan, malas menjadi seorang pendidik atau guru (Surya,5/01/08).

Untuk mengurangi mencuatnya problem yang berepanjangan di dunia pendidikan, diperlukan kerjasama antara guru dengan orang tua siswa. Sebab, bagaimanapun tidak guru adalah mediator transfer ilmu pengetahuan, agar pendidikan bisa memberikan warna hijau pada kualitas lulusan diberbagai jenjang pendidikan.

Dengan demikian, salah satunya tindakan utama adalah peningkatan terhadap kesejahteraan guru dan fasilitas (sarana dan prasarana). Bukannya, terfokus terhadap gedung mewah-megah, tetapi kebersamaan kita tingkatkan. Demikian pula, sarana kelengkapan media pembelajaran juga demikian.

Lalu, bagaimana respon pemerintah terhadap nasib pendidikan ke depan, tentu ini merupakan tanggungjawab pemerintah secara umum. Tetapi guru, masyarakat juga tidak lepas dari peran dan ikut serta tanggung jawab bersama.

Kita tidak dapat tutup mata, terhadap pencapaian sebuah pendidikan gratis (tanpa biaya) di Provensi Papua mulai sejak 2002/2003, mulai tingkat TK sampai SLTA baik negeri atau swasta, kabupaten Sinjai di Sulawisi mulai tingkat SD/MI,SLTP/MTs mulai tahun 2005 bahkan sampai Ujian Nasional. Lagi pula orang tua siswa tidak lagi dibebani biaya pendidikan.

Ketertinggalan mutu pendidikan di Indonesia, kita bergerak bersama menunjukkan kepedulian terhadap nasib pendidikan kita. Sebagai bahan kontemplasi, “jadikan pendidikan sebagai tanggung jawab bersama demi masa depan bangsa dan negara”. Semoga menjadi pendidikan yang “Rahmatal lil’alamin”. Wallahu a’lam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun