INFONITAS.COM/MOCHAMAD RIZKICepi, Sopir Bemo yang usianya sepadan dengan bemo yang dikemudikannya INFONITAS.COM – Sejumlah bemo hilir mudik di kawasan Sudirman Jakarta. Moda transportasi yang sudah uzur itu tampak masih gagah membelah jalanan di tengah-tengah bangunan perkantoran yang menjulang mewah dan modern di kawasan tersebut. Salah satu sopir bemo itu adalah Cepi (67). Usianya sepadan dengan bemo yang dikemudikannya. Siang itu, teriknya sinar matahari tidak mengendorkan semangat Cepi untuk berburu rupiah agar dapurnya ngepul. Cepi berkisah mulai mengemudi bemo sejak 1975. Angkutan umum bermesin 2 tak itu menjadi alat transportasi favorit pada zamannya. “Sudah 40 tahun saya jadi sopir bemo,” kisah Cepi ketika dibincangi, Sabtu (28/2/2015). Dia menjelaskan bemo hadir pertama kali di Jakarta tahun 1961. Angkutan umum ini berkapasitas 8 penumpang. Meski tidak lagi diproduksi lagi sejak 1968, tapi hingga kini masih ada toko yang menjual suku cadangnya di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Cepi biasanya memulai aktivitasnya menarik bemo pukul 10.00. Berkecepatan ala kadarnya, yaitu 40 kilometer/jam, Cepi berkeliling di sekitar Sudirman untuk mencari penumpang. Dengant tarif bersahabat membuat angkutan umum beroda tiga ini tidak pernah ketinggalan pelanggan setianya. Cepi baru pulang setelah narik bemo jam 11 malam. “Ongkosnya Rp 3 ribu buat karyawan, dan seribu rupiah buat pelajar,” ujarnya. Dari hasil narik bemo seharian, Cepi mampu membawa pulang uang ke rumah sebesar Rp 75 ribu. Uang itu sudah bersih setelah dipotong setoran ke pemilik bemo. Jika Cepinarik bemo satu hari penuh, maka setorannya Rp 100 ribu. Tapi, kalau setengah hari hanya Rp 50 ribu. Pendapatan Cepi akan turun drastis bila hari libur tiba seperti hari Sabtu dan Minggu atau hari libur nasional. Karena pekerja kantoran tidak masuk kerja dan anak-anak libur sekolah. Maka hanya uang makan saja yang Cepi bawa pulang. Meski tidak lagi muda tapi tubuh Cepi tetap berstamina walau hanya tidur dua jam. “Saya biasa tidur jam 2 dini hari dan bangun jam 4 pagi,” jelasnya. Anak-anak Cepi bahkan telah memintanya untuk berhenti membawa bemo karena faktor usia. Namun, dia tetapkeukeuh ingin narik bemo. “Jenuh kalau diam di rumah terus. Saya sudah biasa kerja,” ujarnya. Cepi memiliki lima anak dari hasil perkawinannya. Tapi, sejak 1991, istrinya itu meninggal dunia. Sekarang Cepi telah memiliki 4 cucu. Cepi juga sempat menjadi sopir taksi dan bus. Tapi dia kembali lagi ke pangkuan kendaraan bermesin 350cc ini. Dia memilih kembali menjadi sopir bemo lantaran keterikatan dengan pemilik kendaraan sangat kecil. Bagi Cepi, menjadi sopir punya kebanggaan tersendiri. Namun, dia tak bisa merasakan lagi seperti dulu ketika bemo masih bebas melengang di seluruh jalanan di ibu kota. Kini, bemo ruang geraknya terbatas. Tidak boleh jauh-jauh berjalan. “Kalau dulu trayeknya jauh dari Benhil sampai Tanah Abang. Sekarang hanya Benhil sampai Pejompongan. Kira-kira 30 kilometer,” katanya. Bagi Cepi bemo hanyalah sebuah angkutan yang menjadi catatan sejarah akibat tergerus zaman karena hadirnya alat transportasi yang lebih modern.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H