Menarik membaca berita yang dilansir TEMPO.Co, Minggu (2/3) yang menyebutkan PT Garuda Indonesia Airlines menjadi salah satu maskapai yang bakal mengambil alih rute yang ditinggalkan Merpati Nusantara Airlines masih galau untuk menempuh langkah tersebut. Salah satu maskapai yang layak mengambilalih rute yang ditinggalkan Merpati jelas adalah Garuda yang selama ini menjadi ‘saudara tua’ Merpati.
Memang tidak mudah bagi Garuda langsung mengisi kekosongan rute yang ditinggalkan Merpati. Masalahnya, Merpati menghubungkan beberapa rute dengan penerbangan perintis menggunakan pesawat baling-baling MA-60 buatan China dan juga Cassa 212 kapasitas 22 penumpang. Sementara Garuda mengiperasikan pesawat jet paling kecil 737. Namun dengan adanya pesawat baru ATR 70 yang dioperasikan Garuda, bukan tidak mungkin rute-rute perintis tersebut dapat diambilalih secara langsung.
Saya ambil contoh saja, rute Makassar-Bima (pp) yang sebelumnya menggunakan pesawat Merpati MA-60 kapasitas 56 penumpang, langsung diambilalih dengan membuka rute baru Garuda dari Makassar memanfaatkan pesawat yang sama yang menghubungkan Makassar dengan beberapa daerah terdekat dalam penerbangan jarak pendek. Misalnya saja, ke depan Garuda membuka rute ke Luwu-Sulsel.
Khusus rute Makassar-Bima (pp) selama hampir dua tahun diterbangi Merpati, load factor penumpang cukup menggembirakan. Dalam catatan saya selama beberapa kali memanfaatkan penerbangan itu, dengan kapasitas 56 penumpang, Merpati MA-60 hanya menyisakan kursi kosong paling banyak lima kursi. Saya yakin, rute Makassar-Bima (pp) akan menjadi rebutan, karena penumpang tradisional yang memanfaatkan mobilitas warga yang memiliki hubungan sejarah yang sangat kental, tidak akan membuat rugi. Merpati sebelum riwayatnya menghubungkan Makassar-Bima (pp) benar-benar tamat, menerbangi kedua kota itu tiga kali seminggu. Penumpang yang terbang pun tidak pernah berkurang, karena warga di Makassar maupun di Bima dan daerah-daerah di sekitarnya sudah mulai mengatur jadwal mereka saling berkunjung.
Jadi, jika Garuda mau memerhatikan rakyat di daerah-daerah terpencil yang jasa angkutan udaranya pernah dilayani Merpati, sebaiknya tidak perlu galau. Jangan pernah ada rasa galau jika demi kepentingan rakyat. Berilah kesempatan kepada rakyat daerah pelosok menikmati jasa transportasi yang cepat dan terjangkau. Salah satu ‘’kemerdekaan’’ yang dinikmati oleh rakyat sekarang adalah mereka bebas ke mana-mana dengan memanfaatkan angkutan udara yang terjangkau.
Kalau Garuda tidak galau lagi dan seiring dengan kedatangan pesawat baru ATR 70 mendatang ini, daerah-daerah yang ditinggalkan Merpati akan mulai bisa tersenyum. Bupati Bima, Drs.H.Syafruddin Nur, M.Pd dalam pertemuan dengan anggota Kerukunan Keluarga Bima (KKB) Sulawesi Selatan di Makassar, 22 Februari 2014 malam menjelaskan, diperkirakan April 2014, sudah ada pesawat pengganti yang menghubungkan Makassar-Bima (pp). Apalagi, belum lama ini Universitas Negeri Makassar (UNM) sudah menjalin kerja sama dengan Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan (STKIP) Bima perihal pengembangan pendidikan di Bima yang memungkinkan terjadinya mobilitas yang tinggi secara teratur dosen-dosen dan mahasiswa dari Makassar ke Bima secara timbal balik.
Seperti diberitakan Tempo.Co. Merpati yang berhenti beroperasi pada Januari 2014 meninggalkan 19 rute tunggal. Rute tersebut menghubungkan Pulau Maluku, Sulawesi, Papua, dan Nusa Tenggara. Beberapa di antaranya Ambon-Labuha, Biak-Sorong, Bima-Makassar, Labuhan Bajo-Maumere, Makassar-Maumere, dan Makassar-Merauke
Juru bicara Garuda, Pujobroto, perseroan masih mengkaji kelayakan rute eks Merpati. Selain hitung-hitungan bisnis, ternyata tidak semua bandara yang sebelumnya dilintasi Merpati mampu menampung pesawat Garuda. Maklum saja, selama ini Merpati banyak melayani rute perintis di daerah terpencil. "Rute yang kami ambil adalah rute yang bisa menampung pesawat Garuda," katanya kepada Tempo, Ahad, 2 Maret 2014.
Menurut Pujo, kebanyakan dari rute tersebut tidak cocok dengan pesawat milik Garuda. "Sebagian besar masih harus diarungi dengan pesawat baling-baling,” katanya.
Saya kira apa yang dikemukakan Pujobroto itu benar secara bisnis dan teknis, tetapi Garuda juga punya enam biji ATR 70 yang sudah beroperasi. Sebab, Merpati juga dulu mengoperasikan pesawat MA-60 hanya beberapa biji saja yang laik terbang. Tinggal sekarang, adakah keinginan baik untuk melayani daerah terpencil itu atau Garuda selalu berharap ‘’uang besar’’. Saya kira banyak orang sependapat dengan saya, terutama yang berada di wilayah remote area, sebaiknya semua perusahaan penerbangan, khususnya Garuda sebagai national flag carrier, jangan berpikir galau dan ragu-ragu berbuat demi memperhatikan nasib rakyat di daerah-daerah ‘’bekas Merpati’’ itu. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H