BERITA hijrah ke Blitar dan ketidakhadiran pelatih nasional Suwardi Arland dalam Pelatnas PSSI menjelang pertandingan dengan tim Piala Dunia Uruguay, ternyata cukup mengejutkan penggemar-penggemar sepakbola ibu kota. Betapa tidak, sementara waktu pertandingan kian mendekat orang yang akan melatih belum juga nongol. Lantas apakah yang bisa diharapkan dari suatu kesebelasan yang disusun secara tergesa-gesa?
"Ternyata Jamiat boleh juga," komentar penonton seusai pertandingan Minggu sore itu.
Serba mungkin. Lalu adakah dengan kemenangan dan kekalahan PSSI itu orang lantas melupakan Suwardi Arland? Ternyata tidak. "Kalau dengan Suwardi mungkin langgam permainan akanlain dan kita bisa memenangkan dua kali pertandingan tersebut", mengoceh para penggemar Suwardi.
"Semuanya memang serba mungkin," kata Suwardi kepada TEMPO.
Dalam kondisi yang serba ketidakpastian itulah orang mulai menduga-duga bahwa antara Suwardi dan PSSI tentu ada apa-apanya. Apalagi terbetik berita bahwa Suwardi Arland mendapatkan honor yang meliputi Rp 4 juta lebih dari PSBI, Blitar. Sementara dari PSSI ia hanya mengumpulkan Rp 75.000 per-bulannya.
 "Angka itu terlalu dilebih-lebihkan," bantah Suwardi yang menyatakan bahwa dalam soal honorarium PSSI masih top sampai saat ini.
"Kepindahan saya ke Blitar bukan karena soal honor. Tapi karena di sana saya mempunyai sedikit usaha dengan seorang kawan," tambahnya tanpa menyebut usaha apa yang sedang dijalankannya.
 "Wajar toh kalau saya mulai memikirkan masa depan saya," katanya balik bertanya, sebab "saya kan sudah mempunyai keluarga".
Nasib Suwardi rupanya rezeki buat Bupati Blitar Sanusi sana untuk melatih PSBI, apalagi karena pelatih yang lama Ramang harus kembali ke Ujung Pandang menyelesaikan urusan pekerjaannya.
Tapi yang menarik perhatian bukanlah soal pemanfaatan yang secara kebetulan itu. Sebab jauh sebelum itu, ketika pertandingan 8 Besar PSSI yang lalu Sanusi memang telah melakukan pendekatan dengan Suwardi.
  Running Well