Suatu malam di tahun 1981, sehabis melatih anak-anak PSM, Ramang pulang dengan pakaian basah dan membuatnya sakit. Enam tahun ia menderita sakit di paru-parunya tanpa bisa berobat ke Rumah sakit karena kekurangan biaya. Memang penulis masih ingat ada inisiator yang mencarikan Ramang tempat berobat. Salah seorang di antara penginisiatif itu adalah H.Sudarno Achmad (alm.), pemilik Klub Budi Darma, yang salah seorang pemainnya, Darma, berhasil meroket sebagai salah seorang pemain PSM. Habis, kamar rumah sakit di Makassar kala itu belum seberapa, rata-rata penuh. Akhirnya, Sudarno Ahmad membawa Ramang dirawat di salah satu Klinik Penyakit Dalam Budi Darma di Jl.G.Bawakaraeng miliknya. (baca: Kesempatan Emas Mewawancara).
Ketika masih di klinik itu, berat badan Ramang menurun drastis, menjadi 49 kg saja. Cukup kurus. Selama 55 hari dia mendekam di klinik penyakit dalam. Ramang mengakui, setelah keluar dari masa perawatan berat badan naiknya menggila. Bertambah berat 15 kg. Penulis sangat senang ketika bertandang ke kediamannya di Jl.Andi Mappanyukki, ketika baru saja keluar dari klinik itu. Ramang segar bugar. Wajahnya berseri-seri, seperti yang tampak pada foto yang dibuat saat dia duduk di teras depan rumahnya dalam situasi memakai sarung dan berkaos oblong.
Namun Anwar, anaknya mengakui, sakit ayahnya memang berat.
''Paru-parunya sudah bolong-bolong,'' kata Anwar Ramang ditemui 12 Juni 2010 siang di salah satu warung kopi.
Saat penyakitnya kambuh lagi, Ramang dan keluarganya sudah tak punya biaya lagi untuk berobat. Bahkan kabarnya, biaya perawatan selama 55 hari di salah satu klikik antara Juli- Agustus 1981 itu belum tuntas terlunasi. Beruntung itu sudah diselesaikan oleh para inisiatornya. Jalan satu-satunya adalah menggantungkan diri para dukun dari Kabupaten Gowa yang selalu dijemput kurirnya. Dukun itulah yang selalu memberinya ramuan akar kayu untuk mengobati sakit paru-parunya yang kian parah.
Meski sudah berusaha, namun Tuhan menentukan lain. Â Pada tanggal 26 September 1987, di usia 59 tahun, mantan pemain sepak bola legendaris itu meninggal dunia di rumahnya yang sangat sederhana yang ia huni bersama anak, menantu dan cucunya yang semuanya berjumlah 19 orang. Ramang dimakamkan di TPU Panaikang. Untuk mengenang jasanya, sebuah patung di lapangan Karebosi dibuat untuknya. Tetapi, patung tersebut sudah diturunkan bersamaan dengan revitalisasi Lapangan Karebosi.. Selain itu hingga sekarang salah satu julukan PSM Makassar adalah Pasukan Ramang, meski prestasinya terus berkutat menyamai si pemilik nama yang dijadikan ikon. .
Pada hari akhir hayatnya, Rauf masih sempat menyaksikan ayahnya meninggal dunia. Hari itu, Rauf sudah meninggalkan rumah mereka di Jl.Andi Mappanyukki menuju Asrama Pabrik Kertas Gowa -- PKG (kini dibanguni Wisma Kalla) untuk selanjutnya ke kantor di Parangloe, Gowa menggunakan bus perusahaan. Namun ibunya, St Sarinah memanggilnya kembali.
''Ayah mau buang air besar,'' kata Sarinah seperti ditirukan Rauf kepada penulis, 4 Juli 2010 malam di rumah kontraknya.
Rauf pun segera kembali ke rumah. Ternyata, baru saja diangkat, ayahnya sudah 'pergi'. Tidak ada pesan apa-apa yang dia tinggalkan.
Hanya saja, Amril, anak Rauf yang pertama, ketika duduk di SD Â pernah iseng-iseng tanya pada kakeknya.
''Kek, apa sih yang kakek pakai hingga bisa menjadi pemain terkenal?,'' tanya cucunya.