Mohon tunggu...
M.Dahlan Abubakar
M.Dahlan Abubakar Mohon Tunggu... Administrasi - Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pantat Saya Terangkat (Kisah Tercecer di Lokasi Bom Katedral)

29 Maret 2021   23:18 Diperbarui: 30 Maret 2021   00:02 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gereja Katedral Jl.Kajaolalido, Makassar, Senin (29/3/2021) petang. (Foto:MDA)

Setelah menyeberangi potongan Jl. Ince Nurdin  (di sebelah barat Jl. Kajaolalido), saya terus menyusuri tepi barat jalan tersebut hingga di depan Kantor Golkar Sulsel. Saya berhenti dan memutuskan menyeberang ke sebelah timur jalan ini karena dari jauh tampak begitu banyak polisi berseragam hitam dengan senjata di tangan, berjaga-jaga di dekat pintu selatan gereja.

Di pojok pagar Kantor Golkar di Jl. Amanna Gappa, saya menyeberang ke utara, kian mendekat ke dekat TKP. Puluhan polisi, tentara, dan warga berbaur di sisi timur Jl. Kajaolalido di depan Hotel Singgasarana, hotel yang hanya diantarai oleh Jl.Thamrin dengan pagar selatan gereja. Sebuah warung kopi (mungkin juga baru ada setelah kejadian), dipenuhi oleh polisi dan tentara bersenjata.

Saya memutuskan terus berjalan dengan target berhenti di ujung Jl. Kartini (barat pada sisi utara) yang tepat ada di depan gereja, Di sini, akhir perjalanan olahraga sore saya hari itu. Saya pun berbaur dengan tentara dengan senjata lengkap, polisi yang berpakaian preman, dan warga. Di posisi ini, saya berpikir akan banyak memperoleh informasi dari cerita-cerita mereka yang berada di sekitar TKP saat peristiwa terjadi.

Pertama saya bertemu dengan dua orang perempuan setengah baya. Salah seorang dari hasil-hasil bincang-bincang dengan saya mengaku memiliki seorang anak yang pernah dimintakan legalisasi fotocopy piagam penghargaannya untuk kepentingan tertentu di kantor KONI Sulsel. Saya lama bercerita dengan ibu berkulit putih dan berkacamata ini

Pemandangan sore itu padat. Pengamanan  sangat ketat ditandai banyaknya tentara dan polisi yang berjaga-jaga. Arus lalu lintas pada pertigaan (Jl. Kajaolalido dan ujung barat Jl. Kartini yang hendak membelok ke selatan) sangat padat. Yang dari arah utara Jl. Kajaolalido terpaksa dihentikan sementara untuk memberi kesempatan yang datang dari arah Jl. Kartini. Ternyata pada hari itu memang ada kunjungan dari sejumlah orang penting. 

Satu-satunya yang bisa saya kenali hanyalah Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan "Danny" Pomanto yang melintas di depan saya berdiri dan mengenakan baju batik lengan pendek warna cokelat disertai masker.

Ternyata, di bagian dalam gereja ada pertemuan para pihak membahas penanganan kasus ini. Ketika harus mulai gelap, saya melihat tiga orang dari salah satu agama meninggalkan halaman gereja dan menaiki sebuah mobil warna putih yang kebetulan paling depan di ujung Jl. Kartini.

Beberapa menit sebelumnya, seorang perempuan yang diperkirakan berusia sekitar 60-an tahun bercerita. Dia menjelaskan, saat bom meledak, seperti biasa sedang melayani orang yang minum kopi di warungnya, sekitar 50 m dari titik ledakan, tetapi agak ke dalam, beberapa meter dari Jl. Kartini sebelah utara (kanan).

"Pantat saya terangkat ketika ledakan itu terjadi. Saya kira tsunami karena pernah ada teman yang bercerita tentang tsunami," kata perempuan yang kemudian saya ketahui namanya, Ny.Sumarni.

 Ibu Sumarni juga menyaksikan segumpal besar daging pelaku bom bunuh diri yang terlempar, di sekitar tempat kami berdiri, di sebelah kanan hampir di ujung Jl. Kartini. Seorang pria lain yang berdiri sekitar 50 m dari titik ledakan, tepat di tepi selatan (kiri) Jl. Kartini juga mengisahkan hal yang sama.

"Coba lihat ini bekasnya yang hitam," kata seorang pria sambil menunjuk garis hitam panjang yang bersumber dari titik ledakan ke lokasi gumpalan daging itu "mendarat". Garis hitam bekas "gumpalan" itu meluncur belum hilang karena sejak kejadian hingga saya menyaksikannya, hujan juga belum turun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun