Mohon tunggu...
M.Dahlan Abubakar
M.Dahlan Abubakar Mohon Tunggu... Administrasi - Purnabakti Dosen Universitas Hasanuddin
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bagaimana jika Indonesia Di-outsourcing

17 Juli 2014   01:09 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:07 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Pada tanggal 18 April 2011, Prof.Jeffrey A.Winters,Ph.D, salah seorang maha guru di Northwestern University, Amerika Serikat, membawakan kuliah umum di Ruang Senat Universitas Hasanuddin Kampus Tamalanrea. Pengajar di Departemen Ilmu Politik yang lama di UGM Jogjakarta tersebut, termasuk salah seorang yang ‘haram’ masuk Indonesia ketika Soeharto berkuasa. Pasalnya, wacananya sangat menyengat dan membuat pening kepala para pejabat Indonesia kala itu.

Dalam rentetan kunjungannya ke beberapa perguruan tinggi di Indonesia gtahun 2011 itu, media menurunkan kepala berita yang sangat mencengangkan. Di UGM, orasi Winters ditajuki dengan judul ‘’Indonesia, Negara Demokrasi Tanpa Hukum’’. Masih pada bulan yang sama, sebelum tampil di UGM, media online pedomannews.com menurunkan tulisan dengan judul yang sangat menghebohkan ‘’Negeri ini Dikuasai Para Maling’’.

Komentar-komentar Winters membuat mata pedis dan telinga panas, Tetapi, dia tidak hantam kromo. Dia mengakui secara jantan untuk hal-hal yang positif dialami Indonesia. Indonesia, kata dia, merupakan negara demokrasi yang mampu mengalahkan Amerika Serikat yang selama ini diakui dan menjadi acuan sebagai ‘kiblat demokrasi’ di jagat ini. Tetapi Winters sendiri lupa, demokrasi di negerinya dan juga di Indonesia, sebagai republik,justru jauh di belakang jika dibandingkan sistem pemerintahan demokrasi yang diterapkan di Kerajaan Wajo yang dimulai tahun 1474 oleh rajanya yang pertama Palewo to Palippu. Amerika Serikat sendiri baru menjadi sebuah negara, lepas dari jajahan Inggris, ketika George Washington menjadi presiden pada tahun 1789. Indonesia sendiri baru menjadi negara demokrasipasca lengsernya Soeharto, Mei 1998.

Wajo terkenal dengan tagline-nya yang menggambarkan karakter pemerintahan demokratis,’’Maradeka to Wajoe Matanre siri tapi de’nappau Andi’ne napapuang’’ (Merdeka orang Wajo. Tinggi rasa malunya, cuma diam, Andi (bangsawan) saja yang dihormati).

Itulah ‘fatwa’ yang mendarahdaging di dalam diri pemimpin dan rakyat Wajo. Para pemimpinnya selalu tunduk pada aturan, tidak serakah. Selalu mengikuti keinginan rakyat. Tidak mengumbar janji-janji manis. Pemimpin adalah sosok yang rendah diri, menghormati sesama elemen pemerintahan, sayang kepada rakyat, jujur, ulet, menjauhkan diri dari sifat tercela. Merekabebas berpendapat tetapi menghindari kata-kata yang yang tercela apalagi menyinggung. Jika ‘memprotes’ raja, rakyat Wajo tidak perlu berunjuk rasa dengan orang se-kampung. Cukup seorang diri. Dia berjalan di depan kediaman saat pemimpinnya sedang menyaksikan kesibukan rakyatnya.

‘’Jika ada rakyat yang melintas di depan kediaman raja dan memiringkan letak kopiahnya, raja pun maklum bahwa ada yang tidak beres dengan rakyatnya,’’ kata Prof.Dr.Ir.Radi A.Gany, salah seorang yang pernah memimpin Tanah Wajo pada tahun 1988-1993.

‘’Pada tahun 2010, Indonesia meraih piala the house of democracy di seluruh Asia Tenggara. Tetapi, sayang, di tahun yang sama negara ini juga merebut julukan sebagai the most corruption country,’’, sebut Winters.

Kehadiran profesor negeri Paman Sam ke Indonesia beberapa tahun silam itu berkaitan dengan promosi bukunya yang bertajuk ‘’Oligarki dan Demokrasi’’.

Dia secara jujur mengakui, Indonesia secara prosedural sudah cukup bagus. Maksud dia adalah proses berdemokrasi telah melewati mekanisme yang dipatok secara teoretis. Namun, secara substansial masih banyak yang perlu diperbaiki di negara ini. Sistem demokrasi telah dikuasai oleh para maling. Mereka yang punya uang yang berkuasa. Ketika berkuasa dan meraup untung dan kembali menjadi maling. Banyak di antara mereka ditangkapi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Di Amerika Serikat juga ada korupsi. Tetapi intensitasnya kecil, karena ada hukum. Di Indonesia, korupsi sudah jadi santapan pagi media setiap hari. Dan, kita tidak pernah dapat membayangkan kapan perilaku menyimpang dalam urusan uang haram yang sudah kronis tersebut akan tamat di republik ini. Penanganan korupsi ini bermasalah karena ditingkahi oleh ‘nurani’ negara dan pemerintahan demokratis tanpa hukum. Membangun sistem hukum yang kuat dan independen jauh lebih sulit dibandingkan menjatuhkan seorang diktator. Apalagi negara itu memiliki orang atau pemimpin di luar struktur (sistem) yang dikuasai oleh para oligarkis (pemegang kekuasaan pada satu kelompok kecil).

Winters sedih melihat sejarah Indonesia dalam setengah abad terakhir ini. Indonesia telah menempatkan diri sebagai junior partner dunia Barat, Memang pada masa pemerintahan Soekarno, Indonesia tidak mau tunduk pada kepentingan Barat. Dia lebih konsentrasi pada kekuasaan dan berkiblat kepada Peking dan Moskow.

‘’Amerika Serikat munafik. Bahkan tiap negara munafik, tetapi rakyat tidak,’’ sebut Jeffrey Winters. (Tidak tahulah kalau sekarang ini di Indonesia,meskipun Mochtar Lubis pernah menyebutkan bahwa ‘munafik’ merupakan salah satu ciri manusia Indonesia).

Jika Indonesia yang lima puluh tahun silam sebagai mitra muda yang memiliki semangat tinggi, tidak mau belajar apa-apa dari kondisi tidak sedap seperti sekarang, tidak usah heran kalau kelak tidak punya apa-apa lagi. China di utara akan menguasai segalanya. Indonesia memang memiliki sumber daya alam yang berlimpah, tetapi dia tidak punya apa-apa. Kekayaan sumber daya alam di Indonesia pun dikuasai oleh mereka yang ada di Jakarta, meskipun yang memiliki kekayaan adalah daerah. Pemerintah pusat tidak menginginkan ada kekayaan lokal. Memang sudah ada upaya agar semuanya bisa berimbang dengan adanya otonomi daerah yang berpusat di daerah kabupaten dan kota. Tetapi yang terjadi, muncul ‘raja-raja’ kecil di daerah yang melaksanakan otonomi itu.

Dari semua ‘celoteh’ Jeffrey Winters itu, ada satu ceritanya yang menggelitik, kemudian ,menggamit saya menulis catatan pendek ini. Dalam penerbangan ke Indonesia, dia bertemu dengan seorang mahasiswa Indonesia yang belajar di AS. Diskusi kecil terjadi di antara mereka sepanjang penerbangan. Tentu saja yang jadi agenda diskusi adalah mengenai perkembangan Indonesia yang menjadi fokus perhatian Winters.

‘’Mungkin Indonesia bisa di-outsourcing,’’ kata mahasiswa itu yang membuat Winters tersentak.

Tetapi Jeffrey Winters menilai, apa yang dikemukakan mahasiswa itu mungkin sebatas canda belaka. Jika pun itu dianggap serius, jelas mencerminkan keprihatinan yang sangat mendalam mahasiswa tersebut meskipun pasdi dituding tidak memiliki nurani nasionalisme. Kalau pun terpaksa, sifatnya hanya sementara dan darurat. Andaikata itu menjadi solusi, dalam penegakan hukum misalnya, harus dilaksanakan tanpa tedeng aling-aling. KPK, sebut Winters, jangan hanya fokus pada operasi belaka, tetapi pejabat pun tetap diciduk. Tampaknya, apa yang diharapkan Winters itu mungkin didengar KPK. Buktinya, sudah banyak pejabat yang ‘digaruk’-nya.

Bisa dibayangkan, kalau pemerintah ini tiba-tiba harus mengikuti ucapan mahasiswa tersebut. Itu berarti kita mengalihkan kerja, tanggung jawab, dan keputusan kepada orang lain. Dalam dunia bisnis, outsourcing atau alih daya dapat diartikan sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya non-core atau penunjang oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh. Relakah kita di-outsourcing seperti ini?

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun