Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sulitkah Bahagia di Rumah?

27 Maret 2016   18:18 Diperbarui: 27 Maret 2016   18:28 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebahagiaan di rumah tak dimiliki setiap orang 

Saat kita memilikinya, gunakan dan manfaatkan sesuai panggilan jiwa.

 Panggilan jiwa yang tulus atas dasar membahagiakan orang lain.

 Kebahagiaan orang lain menjadi dasar dari kebahagiaan kita 

 [caption caption="Sulitkah Bahagia di Rumah?"][/caption]

Seorang sahabatku , sebut saja namanya Mira, berjuang  setengah mati untuk melanjutkan ke perguruan tinggi negeri terkemuka di negara ini, ITB. Bidang yang ditekuninya cukup prestisius, arsitektur. Selesai kuliah, dengan gelar yang disandangnya, dia menikah dengan sesama teman kuliah dan bidang yang sama. 

Namun, aku merasa kaget dan sama sekali  tak menyangka bahwa  apa yang telah diraihnya dengan sulit dan susah payah itu tak dimanfaatkan sama sekali.   Kupikir   setelah menikah dia pasti akan bekerja sesuai dengan apa yang dipelajarinya. Ternyata dugaanku  meleset sama sekali. Setelah menikah, dia hanya mengandalkan pekerjaan free lance . Itu pun diterima jika tak menganggu waktunya untuk melayani ibunya yang tiba-tiba kena stroke. Dedikasinya sebagai anak , ditunjukkan dengan penuh kesabaran merawat ibunya dengan kasih sayang. Tanpa perawat, tanpa pembantu, dikerjakan semuanya sendiri. Belum lagi urusan rumah tangga yang dilakukan sendiri tanpa asisten rumah tangga.

Aku sering tak mengerti atau memahami apakah keputusannya itu tidak merugikan dirinya . Hari demi harinya hanya untuk merawat orang sakit tanpa berusaha untuk bekerja di luar.  Apabila aku menjadi dirinya, tentu aku ingin bekerja di luar rumah, menghasilkan uang .  Uang itu dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan termasuk untuk membiayai ibunya yang sakit dan membayar perawat . Sulitnya aku menerima pilihan yang diambil oleh Mira tanpa alasan yang kuat.

Tapi tidak dengan Mira,  ia  begitu kuat pendiriannya. Sekali ia bertekad untuk merawat ibunya, tak ada seorang pun yang mampu untuk mencegahnya.   Waktu untuk merawat ibunya cukup lama. Tak bia dibayangkan keseharian Mira dengan ibunya itu tentu sangat membosankan dan melelahkan. Akhirnya ibunya meninggal.

Selesai merawat ibunya sampai meninggal dunia, datanglah lagi adik ibunya atau disebut tante Elizabeth yang tidak menikah, terkena osteo dan tidak mampu berjalan. Akhirnya Mira pun, merawat tantenya sendirian . Mulai dengan memandikan, memberi makan, mengganti pakaian yang basah sampai hal-hal yang cukup menjijikkan, mengganti kotoran urine maupun berak. Pelayanan ini berlangsung dari hari ke hari tanpa ada keluhan dari Mira. Setiap bertemu dengannya kebahagiaan hidup nampak dari semburat wajahnya. Dia merasakan kebahagiaan itu karena orang-orang yang dicintainya itu dapat merasakan kasih sayangnya saat mereka membutuhkannya.

 Kegelisahanku  datang untuk menanyakan  apakah dia tak menyesal dengan keputusannya seumur hidup dihabiskan dengan merawat orang sakit.    Dia mengatakan dengan tegas dan lugas : “Ina, aku tak pernah menyesal melakukan semua tugasku karena kebahagiaan orang-orang yang kucintai itu melebihi dari kebahagiaanku sendiri. Apabila aku bisa mendedikasikan waktuku untuk kebutuhan mereka, itulah kebahagiaan sejati yang aku miliki. Tak bisa dibeli dengan apa pun, baik itu pekerjaan maupun uang.” 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun