Hidup di era modern ini, penuh dikelilingi dengan barang-barang atau perangkat-perangkat elektronik. Manusia modern, perlu banyak barang elektronik sebagai pendukung hidupnya. Alasan kenapa harus punya barang elektronik, sebagian besar mungkin mengatakan untuk kemudahan. Sebagian besar lagi perlu karena itulah cermin atau gaya hidup modern.
Contohnya punya AC karena hidup tanpa ac, apalagi pada musim kemarau, tidak bisa tidur sama sekali. Punya televisi sampai 2-3 buah agar masing-masing individu tidak bertengkar karena masing-masing punya keinginan yang berbeda untuk menontonnya. Juga kulkas pun harus dimiliki untuk memudahkan sayuran, daging dapat disimpan lebih baik lagi.  Juga punya mesin cuci, yang sangat membantu kita dalam cucian yang begitu menumpuk begitu pembantu tidak lagi balik.
Tetapi jika kita harus mengganti entah karena rusak atau karena modelnya sudah tidak update, kita bingung kemana akan kita bawa barang elektronik yang lama itu.
Sebagian besar dari kita, apalagi sebagai ibu rumah tangga seperti saya, hanya mengandalkan tukang loak yang sering lewat depan rumah. Saya tak peduli lagi jika barang sudah diambil, entah kemana mereka akan bawa.
Bahayanya Jika Barang Elektronik tidak di kelola
Membaca di koran Kompas hari ini , berdasarkan survei yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta dan organisasi nirlaba Waste4Change, 55 persen penduduk Jakarta tidak tahu kemana sampahnya dibawa.Â
Hal ini sungguh sangat menyedihkan sama sekali.  Saat ini, Indonesia tak punya pusat pengelolaan sampah elektronik. Sebagian besar sampaih ini masih tertumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA). Sebagian kecilnya dikelola di tempat permisahan sampah elektronik yang ada di PUlau Jawa dan Batam.  Komponen yang masih dapat digunakan seperti plastik dan tembaga, dipisahkan lantas diekspor ke Singapura untuk didaur ulang.
Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan masalah. Komponen-komponenya mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3). Circuit board komputer, mengandung logam-logam berat, seperti timah, krom, besi, timbal, perak dan tembaga. Komponen dalam televisi dan monitor komputer bekas pun mengandung timah,kadmium, dan merkuri. Limbah-limbah yang tidak ditangani dengan benar, menjadi polutan dalam air, tanha dan udara. Ini akan berakibat buruk bagi lingkungan sekitarnya.
Â
Salurkan sampah elektronik:
Di Indonesia, hanya ada UU untuk pengelolaan sampah, UU Nomer 18 tahun Tahun 2008. Namun, sayang praktek tidak ada sama sekali. Jauh dari apa yang seharusnya.  Mereka kebanyakan dibuang ke tukang loak atau buang begitu saja ke tempat sampah.