Mohon tunggu...
Ina Tanaya
Ina Tanaya Mohon Tunggu... Penulis - Ex Banker

Blogger, Lifestyle Blogger https://www.inatanaya.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Optimisme vs Pesimisme

21 Januari 2016   20:20 Diperbarui: 21 Januari 2016   20:30 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


Banyak yang menyambut tahun baru 2016 dengan optimisme yang menggebu-gebu. Seakan-akan setiap orang pasti dapat mencapai apa yang diimpikan atau diinginkan dalam tahun yang akan dijalaninya. Masa depan dihadapi dengan optimisme yang sangat besar.


Namun, berangkat dari hari ke hari setelah menjalani hampir 1 bulan di tahun 2016, ternyata optimisme yang masih hangat di kepala itu ternyata tidak semudah dengan apa yang disangkakan.
Optimisme memang tidak sesederhana dengan apa yang dipahami. Banyak yang salah paham tentang optimisme. Seolah-olah jika orang yang optimis pasti akan bahagia,sukses dan memperoleh manfaat yang positif.

Pertama: Paham yang salah itu perlu diluruskan dengan pengiritian bahwa apa yang dinamakan dengan optimisme, bukan sekedar dengan optimisme tanpa melihat rasional atau realitas apa yang dihadapinya.
Realitas yang dihadapi itu bukan hanya didasarkan oleh keinginan sendiri tetapi berdasarkan kepada keadaan yang sebenarnya.

Contoh kongkrit, seorang yang optimisme irasional mengatakan ia mampu membeli rumah. Padahal keadaan yang sebenarnya dia tak bisa membayar cicilan karena gaji dari pekerjaannya itu hanya cukup untuk keperluan sehari-hari.

Contoh lain, dikatakan bahwa saya pasti dapat mengerjakan dan menyelesaikan tugas . Padahal belum ada rencana kerja, sudah dikatakan selesai. Belum diketahui bagaimana menyeselesaikan sudah dikatakan selesai.

Contoh karakter optimis yang irasional, ketika manager dari suatu perusahaan mengatakan kepada teman-temanya bahwa perusahaannya punya profit yang tinggi. Padahal diketahui bahwa akhir-akhir ini perusahaan itu sedang memecat atau PHK berpuluh-puluh karyawannya.

Kedua: optimisme vs pesimisme, kedua-duanya mempunyai penilain realitis saat ini. Hanya perbedaanya adalah bagaiman masing-masing menghadapi dengan realitas yang mereka persepsikan.
Orang yang optimisme menganggap masalah dengan realitas yang sementara atau lokal saja, sedangakan kebalikannya untuk orang yang pesimis melihat masalah dengan persepi yang sangat permanen.

Ketiga: Pendapat bahwa jika ada masalah perlu “pesimis”, itu hal yang salah. Menghadapi permasalahan, seorang optimis melihat apakah dapat dihadapi atau tidak. Sayangnya seorang optimisme yang irasional menggangap sering mengabaikan masalah dan berpikir realitas itu tak ada kaitannya dengan masa depan. Optimis rasional selalu berpikir bahwa masalah dan berpikir bahagaiman melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah.
Keempat: Optimisme irasional akan menyebabkan delusi. Hanya optimis rasional yang memungkinkan kita untuk mengahdapi ketidak adilan dan penyakit dalam masyarakat. Selalu memahami kesulitan dalam menghadapi tentang penyakit yang kronis seperti kanker, percaya bahwa ada cara untuk kesembuhan jika mau berusaha .

Kembali kepada asal kata dari optimis yang berasal dari Latin “”optimus, berarti terbaik. Definisinya bahwa seorang optimis selalu mencari yang terbaik dalam sitausi apa pun dan mengharapkan yang terbaik yang terjadi.
Ciri-ciri dari orang yang punya optimis dapat dilihat dari cara berpkir, berbicara dan bertindak. Mereka akan percaya pada hal-hal positif yang terjadi, mereka bertanggung jawab atas kebahagiaan untuk mengharapkan hal yang terbaik dirinya di masa depan.
Proses berpikir yang positif menyebabkan mereka selalu cerah dalam menghadapi kesulitan atau peristiwa buruk apa pun. Kesulitan dan peristiwa buruk itu hanya sementara saja sifatnya, bukan permenn. Pasti akan terjadi yang lebih baik di masa mendatang.

Seorang yang optimis memiliki karakteristik positif lain untuk meningkatkan kebahagiaan, kesehatan dan berkurang depresinya. Menekan hal-hal yang baik dalam hidup, berterima kasih dan mengucap syukur atas semua berkat yang diterima.

Sumber: Optimisme oleh Agustine Dwiputri

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun